Langsung ke konten utama

PILKADA DAN EXECUTIVE INTELLIGENCE



PILKADA DAN EXECUTIVE INTELLIGENCE
Oleh Tontowi Jauhari
Dosen Fak. Dakwah dan Komunikasi IAIN Lampung
Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Lampung sebagai ajang pesta rakyat dalam pemilihan kepala daerah (Gubernur), akan dilaksanakan pada tanggal 2 Oktober 2013 dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 5.9 juta jiwa (lampung post, 28 mei 2013). Pesta siap digelar hiruk pikuk pesta akan mewarnai Provinsi Lampung beberapa bulan kedepan, pencarian dukungan, pencitraan, baleho, pengatas namaan rakyat, pro wong cilik, sekolah gratis, jaminan kesehatan, kampanye hitam, politik uang, dan bebrbagai cara akan bermunculan dalam pesta rakyat Lampung ini.
Persoalan tersebut selalu muncul pada setiap pemilukada dimanapun dilaksanan, dampak dari itu semua, bagi para calon akan selalu merasa tidak puas dengan hasil yang diperoleh karena persoalan-persoalan yang mereka buat sendiri, ini terbukti setiap kasus pemilukada yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi mayoritas dianggap tidak cukup bukti dan tuntutannya ditolak, bagi pemilih saat pemilukada hanya berfikir pragmatis yakni “apa yang ia dapat” sampai kepada tingkat golput yang tinggi karena pemilih merasa bosan dengan pesta rakyat (PILKADA). Dari apa yang terjadi sesungguhnya tujuan adanya pemerintah daerah takakan pernah tercapai, karena tujuan dari otonomi daerah adalah “meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah” (UU No. 32 Tahun 2004).
Tujuan yang begitu mulia, hingga saat ini masih sulit untuk dinikmati, bagaimana masyarakat mendapatkan pelayanan, bagaimana terberdayakan, dan bagaimana dapat memiliki daya saing, ketika proses PILKADA masih dilaksana dengan pola-pola yang jauh dari pencapaian tujuan pemilukada yang ideal. Dalam kontek pemilukada persoalan mendasar tampaknya terasa sulit untuk mendapatkan sosok (orang) yang benar-benar dapat melaksanakan amanat rakyat untuk mewujudkan tujuan dari otonomi daerah tersebut. Sosok tersebut bukanlah hanya orang yang berprestasi selama di bangku pendidikan, kekuatan financial, mesin politik, dan sejenisnya tetapi yang diperlukan adalah cognitive skill yang sesuai dengan kondisi lingkungan (daerah), kemampuan inilah yang dikatakan Justin Menkes sebagai Executive intelligence.
Untuk menjadi kepala daerah yang benar-benar akan memberikan pelayanan, memberdayakan rakyatnya, dan daerah yang mampu memiliki daya saing, perlu di coba mencari kepala daerah yang memiliki tipe Executive intelligence. Mencari Executive intelligence secara sederhana seorang sosok pemimpin memiliki seperangkat bakat kecerdasan dalam diri yang berbeda dengan individu lainnya, dengan menunjukkan tiga konteks utama dalam pekerjaan nantinya, yaitu pemenuhan tugas-tugas, bekerja dengan dan melalui orang lain, dan menilai diri sendiri dan menyesuaikan perilaku seseorang.
Sosok pemimpin Executive intelligence secara terus menerus akan bekerja mengejar berbagai tujuan, pemimpin ini harus menentukan tugas mana yang harus diselesaikan, dalam urutan seperti apa, dan bagaimana cara melakukan. Pemimpin harus menemukan jalan guna pencapaian tujuan melalui usaha dan kerjasama dengan orang lain bukan sebaliknya menutup diri, merasa manusia super, dan tidak tersentuh dengan orang lain dan masyarakat. Dan seorang pemimpin secara aktif harus mau mengevaluasi diri bukan arogan, sombong, dan selalu benar, serta mau mengidentifikasi kesalahan dan melakukan penyesuaian untuk mengoreksi diri
Pemimpin yang memiliki ketiga kecerdasan yang teraktualisasi secara konstan maka akan menjadi individu pemimpin yang mahir, dan tingkat Executive intelligencenya akan meningkat, karena Executive intelligence bukan hanya satu kemampuan atau keterampilan yang terisolasi, melainkan ramuan dari kecerdasan kritis yang mengarahkan jalannya proses pengambilan keputusan dan perilaku individu. Atau dengan kata lain pemimpin yang memiliki Executive intelligence berakar pada critical thinking, terutama pada saat bagaimana pemimpin dengan terampil menggunakan informasi sebagai pedoman untuk berfikir dan bertindak.
Executive intelligence sebagai faktor penentu untuk menjadikan star atau bintang dalam memimpin daerah, kemampuan kognitif pemimpin merupan asset yang mencerminkan keuntungan human capital, pemimpin akan memiliki nilai jual bagi daerah, karena pemimpin yang demikian mempunyai kemampuan dalam menangani banyak informasi dan dapat memisahkan kedalam informasi yang menjadi maslah dan tidak, sebab perlu diingat banyak pemimpin yang kehilangan fokus tatkala menghadapi maslah yang kompleks.
Sosok yang memiliki criteria ini akan menjadi star executive dan pantas untuk memimpin Lampung kedepan, dengan demikian perubahan bukan hanya sekedar slogan, keberpihakan pada rakyat, kesejahteraan, daerah yang memiliki daya saing, bukan lagi hanya janji dan angin syurga belaka, dan dari ketiga hal tersebut di atas sebagai ciri Executive intelligence dapat di pelajari bila sang pemimpin memiliki iktikad baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orientasi Nilai

Akaah dan Lund mengatakan Nilai harus dibedakan dari konsep-konsep yang lain seperti, pendapat dan sikap. Nilai lebih umum dan kurang terikat secara spesifik untuk setiap objek yang bertentangan dengan banyak pendapat dan sikap, karena itu nilai bisa mendasari berbagai pendapat dan sikap. Nilai adalah standar yang membantu seorang individu merasionalisasi sikap dan tindakan secara pribadi dan sosial yang dapat diterima. [1] Karena nilai-nilai memiliki faktor sosial, memungkinkan seorang individu mengalami rasa bersalah ketika mereka berperilaku tidak sesuai dengan harapan sosial yang mereka anut. Nilai dapat digunakan untuk merasionalisasi perasaan pribadi, moralitas dan kompetensi, untuk mempertahankan dan meningkatkan harga diri, meskipun nilai-nilai ini dipertahankan dengan perilaku yang tidak pantas. Konsep nilai banyak digunakan dalam penelitian guna membandingkan perilaku lintas budaya. Rokeach mengatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang dianggap lebih secara pribadi atau sosi...

Negosiasi dan Perundingan Kolektif

Istilah negosiasi menggambarkan proses diskusi dari dua pihak atau lebih untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Tujuan harus dibuat win-win situation, artinya sama-sama tidak ada yang dirugikan atau sama-sama menguntungkan bagi pihak yang terkait. Proses ini akan cukup sulit apabila terjadi diantara orang-orang dengan latar belakang yang sama, bahkan akan sangat komplek dalam negosiasi internasional karena perbedaan nilai budaya, gaya hidup, harapan, verbal dan non-verbal language, pendekatan terhadap prosedur formal, dan tehnik  pemecahan masalah.  Kompleksitas akan meninggi ketika negosiasi lintas batas karena adanya banyak pihak yang terkait. Pengimplementasian strategi tergantung pada kemampuan manager untuk bernegosiasi secara produktif, artinya keterampilan akan sangat dipertimbangkan sebagai satu hal yang sangat penting bagi yang melakukan perundingan. Dalam arena global, perbedaan budaya menyebabkan kesulitan dalam proses negosiasi. Perbeda...

MANAJEMEN ORGANISASI

STUDI ORGANISASI   A. Pengertian Organisasi          Organisasi sebagai suatu entitas tempat beberapa orang berkumpul harus benar-benar dipahami keberadaanya, dengan mengenal dan memahami organisasi memungkinkan tujuan yangdiharapkan dapat tercapai. Organisasi dikatakan oleh Gary N. McLean sebagai situasi dimana dua atau lebih orang yang terlibat dalam mencapai tujuan bersama.          Sukanto Reksohadiprodjo dan Hani Handoko mengatakan organisasi sebagai: (1) Suatu lembaga sosial yang secara sadar dikoordinasikan dan dengan sengaja disusun; (2) terdiri dari sekumpulan orang dengan berbagai pola interaksi yang ditetapkan; (3) mempunyai batasan-batasan yang secara relatif dapat diidentifikasikan dan keberadaanya mempunyai basis yang relatif permanen; (4) dan dikembangkan untuk mencapi tujuan-tujuan tertentu.        Gibson, Ivancevich, Donnelly, dan Konopaske mengataka...