KEADILAN
BAGI BURUH
Oleh Tontowi Jauhari
Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
IAIN
Lampung
Organisasi
buruh beberapa hari ini turun ke jalan guna memperoleh keadilan, mereka
menuntut hak-hak mereka agar upah yang di dapat benar-benar memenuhi Kebutuhan
Hidup Layak (KHL). Apa yang mereka perjuangkan merupakan bentuk kebebasan
berserikat, sebagaimana Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), menghormati
kebebasan berserikat di seluruh dunia sebagai persyaratan mendasar yang tidak
dapat dihindari karena sifat strukturalnya yang paling penting, yaitu
tripartisme, dan tanggung jawab penting berdasarkan Konstitusi dan instrumen
ILO di mana organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja dianjurkan untuk melaksanakannya
dalam kerangka organisasi itu sendiri maupun di negara organisasi buruh berada.
Bila
kebebasan berserikat telah terpasung dengan tidak adanya kemandirian organisasi
pengusaha dan pekerja, tidak ada independensi, tidak ada representatif berupa
dukungan akan hak dan jaminan yang membela hak-hak anggota untuk peningkatan
kesejahteraan umum, maka konsep bipartit dan tripartit telah terkebiri atau
tidak memiliki makna untuk penciptaan keadilan sosial. Bila demikian hendak
kemana buruh harus mencari upah yang berkeadilan?
Secara
sederhana buruh juga manusia yang menggunakan tenaga dan fikiran untuk
mendapatkan upah dari pemberi kerja, tetapi untuk mendapatkan upah layak
tampaknya tidak pernah terwujud lebih-lebih bagi buruh kerah biru (buruh kasar),
berbeda sekali dengan buruh kerah putih (buruh profesional). Sementara pemberi
kerja (pengusaha) merasa hasil yang diperoleh belum mampu untuk mencukupi
kebutuhan hidup layak, disisi lain pemerintah yang memediasi tak pernah
menghasilkan jalan keluar yang memuaskan kedua belah pihak.
Potret
lain dari kondisi buruh dan kebebasan berserikat bangsa kita berbeda dengan
bangsa-bangsa lain, negeri kita hampir setiap saat buruh menuntut keadilan,
dinegeri lain kita jarang jumpai. Organisasi buruh memilih turun kejalan dari
pada melakukan perundingan bipartit, ini berarti buruh sudah tidak memiliki
kepercayaan terhadap pemberi kerja. Ketika buruh mencari upah berkeadilan di
jalan, juga banyak dijumpai buruh yang sesungguhnya bukan buruh, demikian juga
pihak pengusaha banyak keterwakilannya di wakili oleh ormas dan lainnya, dan
semuanya dibingkai oleh nuansa politik yang tak berarah. Mungkinkah buruh
memperoleh upah yang berkeadilan? Kapan kondisi yang merugikan buruh dan
pemberi kerja akan berakhir?.
Inti
dari semua persoalan yang muncul adalah proses
perundingan bersama (collective bargaining) antara majikan dan karyawan, yang prosesnya tidak sederhana.
Perundingan bersama merupakan suatu proses pemimpin
serikat yang mewakili kelompok karyawan menegosiasikan kesepakatan kerja dengan
wakil dari pihak manajemen (pengusaha), perundingan ini sifatnya kontinuitas
antara majikan dan organisasi buruh yang ditunjuk untuk tujuan negosiasi
persyaratan kerja, juga
menangani keluhan karyawan dalam kesepakatan kerja yang sifatnya final dan
mengikat, biasanya dalam perundingan
menyangkut persoalan harga tenaga kerja, misalnya upah dan
kesejahteraan, aturan kerja,
termasuk
jam
kerja,
klasifikasi pekerjaan,
usaha
yang dibutuhkan, praktik kerja,
hak
individu dalam kerja, seperti
senioritas,
prosedur ketertiban,
promosi
dan prosedur PHK, manajemen
dan
hak serikat,
metode
pelaksanaan dan
administrasi kontrak,
termasuk
resolusi
pengaduan. Ketika proses perundingan bersama menemui kegagagalan maka
yang terjadi organisasi buruh turun kejalan.
Organisasi buruh turun kejalan, saat
inilah pemerintah negeri ini mengambil tindakan untuk membicarakan dengan dewan
pengupahan guna menetapkan upah minimum, hasilnya? Beberapa bulan kemudian
buruh turun kejalan dan perundingan triparti dilakukan kembali, hasilnyapun
akan tetap sama organisasi buruh akan turun kejalan. Mungkinkah kita mencontoh
Amerika dalam penanganan perburuhan? Untuk menangani perselisihan yang
mengganggu hubungan usaha, pemerintah Amerika Serikat melalui presidennya
menunjuk lima orang yang duduk dalam National Labor Relations Board (NLRB) dengan persetujuan
dari senat. Kelimanya ditunjuk untuk melindungi dunia usaha dalam proses hukum
yang ditempuh oleh para buruh dan pihak manajemen ketika proses perundingan
bersama. NLRB di
bawah undang-undang
memungkinkan mereka, melakukan berbagai
solusi
untuk
melindungi hak-hak
masyarakat
sehubungan
dengan perselisihan
perburuhan.
Amerika
dengan NLRB-nya mampu melindungi dunia usaha, hak-hak buruh, mensejahterakan
buruh, dan meminimalkan perselisihan buruh. Indonesia dengan UU
Ketenagakerjaannya seharusnya mampu melindungi dunia usaha dan buruh, bila
mereka yang menjalankan UU benar-benar independen, yakni organisasi buruh
benar-benar beranggotakan buruh, pengusaha benar-benar pemilik usaha, dan pemerintah
benar-benar berpihak pada keduanya.
Komentar
Posting Komentar