Langsung ke konten utama

PARADIGMA LOCUS OF CONTROL



PARADIGMA LOCUS OF CONTROL
Oleh Tontowi Jauhari

Locus of Control
Julian B. Rotter pada tahun 1966 untuk pertama kali mengembangkan konsep  locus of control untuk memberikan gambaran tentang keyakinan seseorang mengenai sumber penentu perilaku. Locus of control bukanlah sebuah typology atau proposition, karena locus of control adalah pengharapan umum yang akan memeprediksikan perilaku seseorang dari berbagai keadaan. Locus of control adalah sikap individu yang diperlukan untuk situasi di dalam menentukan alasan bagi keberhasilan atau kegagalan.[1]
Rotter menemukan beberapa orang percaya bahwa kekuatan mereka bergantung pada tindakan mereka sendiri, sementara orang lain percaya bahwa kekuatan mereka dikendalikan oleh orang lain dan kekuatan luar. Kekuatan semacam ini disebut konsep locus of control.[2] Locus of Control juga bermakna keyakinan yang dimiliki individu bahwa usaha mereka untuk meraih tujuan berada dalam kontrol mereka (internal locus of control) atau terutama terjadi karena kejadian yang cukup kuat, seperti takdir, kesempatan, atau orang lain (external locus of control).[3]
Secara umum orang memperoleh harapan dari kegiatannya tergantung pada perilaku mereka sendiri atau diluar kendali mereka. Orang yang berorientasi internal cenderung percaya bahwa kekuatan (reinforcers) tunduk pada kontrol mereka sendiri dan terjadi ketika mereka menampilkan kemampuan mereka. Sebaliknya orang yang berorientasi eksternal melihat terjadinya reinforcers bukan karena diri mereka sendiri tetapi terjadinya karena nasib atau kekuatan dari luar (orang lain) yang kuat.
Ewen[4] mengatakan Locus of control adalah sifat yang didasarkan pada kognisi, beberapa orang percaya bahwa mendapatkan penghargaan dan menghindari hukuman terutama dalam kendali mereka dan tergantung pada perilaku mereka sendiri (internal locus of control). Dan ada orang yang beranggapan bahwa harapan pengalaman baik dan buruk mereka umumnya bisa disebabkan oleh kebetulan, nasib, dan tindakan orang lain (external locus of control). Dari batasan-batasan tersebut maka locus of control sebagai harapan umum individu mengenai kekuatan yang menentukan imbalan dan hukuman, harapan ini bisa bersumber dari akibat tindakan mereka sendiri (internal) juga bersumber kekuatan luar atau orang lain (eksternal), keduanya ini membentuk perilaku seseorang dalam membangun kekuatan (reinforcers) untuk mencapai harapan.
Internal dan Eksternal Locus of Control
Rotter membangun teori kepribadian didaskan pada konsep dan prinsip pembelajaran. Asumsi dasar adalah bahwa sebagian besar perilaku yang kita dipelajari diperoleh melalui pengalaman kita dengan orang lain (Rotter, Chance, & Phares, 1972).[5] Pandangan social learning juga menggunakan pendekatan historis untuk mempelajari kepribadian, di mana kejadian sebelumnya dalam kehidupan manusia diselidiki untuk memahami perilaku mereka saat ini. Selanjutnya Rotter mengatakan perlunya menekankan atau kepribadian saling ketergantungan, di mana pengalaman dan interaksi seseorang terus mempengaruhi satu sama lainnya. Pengalaman masa lalu mempengaruhi pengalaman saat ini, dan pengalaman saat ini mengubah hal-hal yang dipelajari di masa lalu.
Penguatan tidak secara otomatis melekat pada perilaku, seseorang memiliki potensi untuk melihat hubungan sebab akibat antara perilakunya sendiri dan kemunculan dari penguat, seseorang akan berikhtiar untuk meraih tujuannya karena memiliki ekspektasi yang digeneralisasikan bahwa ikhtiarnya akan menghasilkan kesuksesan.[6] Penguatan ini didasarkan pada kognitif sosial, asumsinya faktor kognitif membantu membentuk bagaimana manusia akan bereaksi terhadap dorongan dari lingkungannya. Rotter (1966) mengatakan ada dua jenis locus of control: (a) internal locus of control, yang merupakan keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol atas keberhasilan dan kegagalannya, karena itu mampu memberikan pengaruh pada pilihan dan lingkungan mereka, dan (b) external locus of control, yang merupakan keyakinan bahwa keputusan hidup seseorang dan lingkungan dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan di luar kendalinya, seperti keberuntungan dan nasib.[7]
Internal and external locus of control, dapat diperlakukan sebagai dimensi terpisah dari kepribadian, terjadi sebagai kontinum yang ekstremitas tidak dapat dicapai oleh siapa saja. Sebagai bagian dari struktur kepribadian, kontrol internal atau eksternal memiliki sifat dinamis, yang berarti bahwa dalam beberapa situasi pengaruh tipe pertama internal kontrol mungkin lebih kuat dan eksternal kontrol (orang lain) yang kedua. Individu dengan internal locus of control percaya bahwa semua kejadian dalam hidup mereka akan menjadi hasil karena tindakan mereka sendiri, yang mereka pertanggung jawabkan. Jika sesuatu yang baik, menyenangkan, atau bahagia terjadi pada mereka, mereka menganggap itu tindakan mereka sendiri, dan jika mereka mengalami kerusakan, ketidakbahagiaan atau kegagalan, mereka juga merasa bertanggung jawab. Mereka yakin bahwa mereka membentuk kehidupan mereka sendiri. Sedangkan Individu dengan eksternal locus of control, menjelaskan keberhasilan mereka dengan keberuntungan, dan setiap kegagalan, ketidak bahagiaan, nasib buruk, takdir, karena faktor manusia lain dan situasional eksternal.[8]
Mereka yang memiliki penguat locus of control internal akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan didalamnya. Tetapi bagi mereka yang memiliki penguat locus of control eksternal akan memandang dunia secara pasrah sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran didalamnya.[9]
Internal dan eksternal locus of control megantarkan pada pemahaman individu tentang penyebab utama yang mendasari peristiwa dalam / hidupnya. Atau, lebih sederhana: Apakah Anda percaya bahwa nasib Anda dikendalikan oleh Anda sendiri maupun kekuatan eksternal (seperti nasib, dewa, atau orang lain yang kuat). Perilaku yang sebagian besar dipandu oleh "bala bantuan" (penghargaan dan hukuman) dan melalui kontinjensi seperti imbalan dan hukuman, orang datang untuk memegang keyakinan tentang apa yang menyebabkan tindakan mereka. Orang dengan external locus of control, percaya bahwa perilaku mereka dan kemampuan tak ada bedanya dalam reinforcers yang mereka terima, mungkin mereka melihat sedikit nilai dalam mengerahkan upaya untuk memperbaiki situasi mereka. Mengapa mereka harus mencoba ketika mereka memiliki sedikit atau tidak ada harapan mengendalikan kejadian sekarang atau masa depan. Sebaliknya, orang dengan internal locus of control percaya bahwa mereka memiliki kekuatan dalam situasi mereka dan berperilaku sesuai, mereka tampil di tingkat yang lebih tinggi dari pada orang external lokus-of-control, tidak mudah terpengaruh, mereka memiliki keterampilan lebih tinggi, lebih waspada terhadap lingkungannya, tingkat kecemasan lebih rendah, harga diri lebih tinggi, lebih bertanggung jawab atas tindakan mereka, dan lebih menikmati kesehatan mental dan fisik.[10]
Secara Umum menurut Gierowski dan Rajtar, dikatan bahwa kontrol eksternal adalah tekanan kelompok (sosial) untuk tunduk kepada standar yang mengikat, untuk memenuhi tuntutan peran sosial sesuai dengan harapan, tradisi dan kebutuhan sosial, peran kontrol eksternal adalah untuk mengarahkan individu ke arah perilaku konvensional. Sedangkan internal kontrol, disebut pengendalian diri, terbentuk dalam proses sosialisasi, dan di atas semua adalah hasil dari pendidikan moral dan pengembangan individu. Intern control dengan (self-control) dapat digambarkan dengan lima indicator, yaitu: 1) konsep diri memadai; 2) perilaku berorientasi tugas dengan tujuan yang jelas; 3) aspirasi realistis terkait dengan kemungkinan; 4) kemampuan menangani frustrasi; dan 5). penerimaan terhadap norma hukum dan moral.[11] Masih menurut Rotter, individu dengan internal locus of control dapat digambarkan sebagai: 1.Memperlakukan hidup sebagai tugas yang akan dilakukan; 2. Memiliki tingkat realisme yang tinggi; 3. Berorientasi menerima informasi dari lingkungan mereka, dan juga mencari informasi baru tentang diri mereka sendiri dan dunia, untuk diterapkan dalam tindakan konkret; 4. Tidak melampirkan penting pendapat orang lain, tetapi dipandu oleh kontrol diri mereka sendiri; 5. Memanfaatkan pengalaman sebelumnya ketika menyadari tugas hidup saat ini; 6. Memiliki kepekaan untuk mengebangkan tanggung jawab; 7. Memiliki beberapa kesulitan dengan adaptasi terhadap lingkungan, tetapi mereka lebih memilih untuk mengubah lingkungan daripada diri mereka sendiri; 8. Tahan terhadap stres dan frustrasi.[12]
 
Eksternal dan Internal locus of control, sebagai kontrol yang membedakan individu yang satu dengan lainnya dalam merespon hasil interaksi antara perspektif individu dan lingkungannya, respon ini sebagai penguat (reinforces) terhadap keberhasilan individu. Eksternal kontrol sebagai satu sisi cenderung tidak optimis, dan sangat tergantung pada aspek ekternal atau orang lain yang akan menentukan keberhasilan, sedangkan internal kontrol sangat percaya diri kalau keberhasilan itu berasal dari usaha diri sendiri, dengan tetap peka terhadap lingkungannya.
Skala Locus of Control
Penguatan (reinforces) tidak secara otomatis melekat pada perilaku seseorang, akan tetapi seseorang memiliki potensi untuk memilih potensi hubungan sebab akibat perilakunya sendiri dan kemunculan penguat, seseorang akan berusaha untuk meraih tujuannya karena memiliki ekspektasi yang digeneralisasasikan bahwa ikhtiar untuk mencapai tujuan akan menghasilkan kesuksesan. Internal–External Locus of Control scale (I–E scale), adalah skala yang sering digunakan dan dikutip dalam pembuatan kuesioner. Rotter mengembangkan Skala penilaian locus of control (Skala IE) yang terdiri dari 23 alternatif pilihan. Skala dibuat dengan item berpasangan (pilihan antara a dan b), responden penelitian memilih salah satu yang paling tepat menggambarkan keyakinan mereka, ini digunakan untuk menentukan mana dari setiap pasangan alternatif merupakan internal atau external locus of control.[13]
Kuesioner umumnya terdiri dari 23 item, dan itu memungkinkan untuk mengevaluasi harapan general control dari sudut pandang satu demensi. Setiap item memiliki dua pernyataan yang masing-masing menjelaskan suatu locus eksternal dan internal. Orang-orang diminta untuk memutuskan mana yang mewakili harapan kontrol mereka dalam situasi yang beragam. Enam item pertanyaan untuk menyamarkan tujuan pengukuran dan membatasi efek keinginan sosial. Hasil skala ini disajikan dengan skor tunggal yang mengindikasikan tingkat eksternalitas.[14] 23 item skor yang diperoleh dengan menetapkan satu titik untuk setiap alternatif eksternal didukung oleh subjek dan menjumlahkan seluruh item. Dengan demikian, skor dapat berkisar dari 0 sampai 23, skor yang lebih tinggi menunjukkan eksternalitas yang lebih besar. Dalam penelitian dengan menggunakan ukuran, distribusi skor biasanya dibagi di median atau rata-rata, kemudian diklasifikasikan yang sejalan baik internal maupun eksternal, dan kemudian tanggapan tes ini berkorelasi dengan variabel kepribadian dan perilaku lainnya.[15]
Skala IE berusaha untuk mengukur sejauh mana seseorang mempersepsikan hubungan kausalitas antara usahanya sendiri dengan konsekuensi dari lingkungan. Mereka yang memiliki skor tinggi dalam kontek internal, pada umumnya yakin bahwa sumber kontrol ada dalam dirinya dan mereka kebanyakan melakukan kontrol personal yang cukup tinggi dalam kebanyakan situasi. Bagi mereka yang mempunyai skor tinggi dalam kontek eksternal, pada umumnya yakin bahwa hidup mereka banyak dikendalikan oleh dorongan-dorongan dari luar diri mereka, seperti keberuntungan, takdir, atau perlakuan dari orang lain. Perlu diingat bahwa terlalu banyak kontrol internal tidak selalu diterima secara sosial, dan yang memiliki kontrol eksternal terlalu tinggi dapat dihubungkan dengan sikap apatis atau kesedihan. Sehingga skor yang berada ditengah-tengah dari kedua titik ekstrim ini, dan berkecenderungan kearah kontrol internal memungkinkan untuk menjadi yang paling sehat atau yang paling diinginkan.
Perilaku manusia merupakan hasil dari interaksi antara persepsinya sendiri dengan lingkungannya. Hasil interkasi manjadi penguatan (reinforces) dalam setiap usahanya untuk berhasil, penguatan diperoleh dari kontrol internal yang berkeyakinan bahwa penguatan tergantung pada perilaku mereka sendiri (kendali sendiri), sedangkan penguatan yang diperoleh dari kontrol eksternal beranggapan bahwa penguatan bersumber dari faktor eksternal atau orang lain. Untuk mengetahui seseorang berperilaku kontrol eksternal atau kontrol internal dapat diukur dengan skala eksternal internal (skala EI), dengan indikator: nasib, keberuntungan, orang lain, percaya diri, keputusan pribadi, dan usaha sendiri.
Daftar Bacaan
B. Winner, Theory of Motivation: From Mechanism to Cognition, Chicago, Markham Publishing Company, 1972.
Duane P. Schultz and Sydney Ellen Schultz, Theories of Personality, United States of America, Wodsworth Cangage Learning, 2005.
Eric H. Kessler, Management Theory In Action, New York, Palgrave Macmillan, 2010.
Jess Feist and Gregory J. Feist, Theories of Personality, Jakarta, Salamba Empat, 2011.
Józef k. Gierowski, dan Tomasz Rajtar, “Chosen Factors Influencing The Locus Of Control In Perpetrators Of Criminal Acts”, Journal Institute of Forensic Research, Problems of Forensic Sciences, vol. LIII, 2003,  Cracow, Poland.
Patricia Martinez, The Effects of Locus of Control on Time Perception and Goal Achievement. Thesis, University of Florida, UF ID 1435-0701.
Richard M. Ryckman, Theories of Personality, USA, Thomson Wadsworth, 2008.
Robert B. Ewen, An introduction to Theories of Personality, New Jersey, Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2003.
Shane J. Lopez and C.R. Snyder, Positive Psychological Assessment, A. Handbook of Model and Measure, University of Kansas, 1998.


[1] Eric H. Kessler, Management Theory In Action (New York, Palgrave Macmillan, 2010), h. 25.
[2] Duane P. Schultz and Sydney Ellen Schultz, Theories of Personality (United States of America, Wodsworth Cangage Learning, 2005), h. 436.
[3] Jess Feist and Gregory J. Feist, Theories of Personality (Jakarta, Salamba Empat, 2011), h. 240-241.
[4] Robert B. Ewen, An introduction to theories of personality (New Jersey, Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2003), h. 378.
[5] Richard M. Ryckman, Theories of Personality (USA, Thomson Wadsworth, 2008), h. 554.
[6] Jess Feist dan Gregory J. Feist, Op.Cit, h. 254.
[7] Patricia Martinez, The Effects of Locus of Control on Time Perception and Goal Achievement (Thesis, University of Florida, UF ID 1435-0701), h. 3.
[8] Józef k. Gierowski, dan Tomasz Rajtar, “Chosen Factors Influencing The Locus Of Control In Perpetrators Of Criminal Acts”, Journal Institute of Forensic Research, Problems of Forensic Sciences, vol. LIII, 2003,  Cracow, Poland ,h. 131-132.
[9] B. Winner, Theory of Motivation: From Mechanism to Cognition (Chicago, Markham Publishing Company, 1972) h. 67.
[10] Duane P. Schultz and Sydney Ellen Schultz, Op. Cit, h. 436.
[11] Józef k. Gierowski, dan Tomasz Rajtar, Op.Cit, h. 130.
[12] Ibid., h. 132.
[13] Duane P. Schultz and Sydney Ellen Schultz, Op. Cit, h. 436.
[14] Shane J. Lopez and C.R. Snyder, Positive Psychological Assessment, A. Handbook of Model and Measure (University of Kansas, 1998), h. 141.
[15] Richard M. Ryckman, Op.Cit, h. 564.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orientasi Nilai

Akaah dan Lund mengatakan Nilai harus dibedakan dari konsep-konsep yang lain seperti, pendapat dan sikap. Nilai lebih umum dan kurang terikat secara spesifik untuk setiap objek yang bertentangan dengan banyak pendapat dan sikap, karena itu nilai bisa mendasari berbagai pendapat dan sikap. Nilai adalah standar yang membantu seorang individu merasionalisasi sikap dan tindakan secara pribadi dan sosial yang dapat diterima. [1] Karena nilai-nilai memiliki faktor sosial, memungkinkan seorang individu mengalami rasa bersalah ketika mereka berperilaku tidak sesuai dengan harapan sosial yang mereka anut. Nilai dapat digunakan untuk merasionalisasi perasaan pribadi, moralitas dan kompetensi, untuk mempertahankan dan meningkatkan harga diri, meskipun nilai-nilai ini dipertahankan dengan perilaku yang tidak pantas. Konsep nilai banyak digunakan dalam penelitian guna membandingkan perilaku lintas budaya. Rokeach mengatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang dianggap lebih secara pribadi atau sosi...

Negosiasi dan Perundingan Kolektif

Istilah negosiasi menggambarkan proses diskusi dari dua pihak atau lebih untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Tujuan harus dibuat win-win situation, artinya sama-sama tidak ada yang dirugikan atau sama-sama menguntungkan bagi pihak yang terkait. Proses ini akan cukup sulit apabila terjadi diantara orang-orang dengan latar belakang yang sama, bahkan akan sangat komplek dalam negosiasi internasional karena perbedaan nilai budaya, gaya hidup, harapan, verbal dan non-verbal language, pendekatan terhadap prosedur formal, dan tehnik  pemecahan masalah.  Kompleksitas akan meninggi ketika negosiasi lintas batas karena adanya banyak pihak yang terkait. Pengimplementasian strategi tergantung pada kemampuan manager untuk bernegosiasi secara produktif, artinya keterampilan akan sangat dipertimbangkan sebagai satu hal yang sangat penting bagi yang melakukan perundingan. Dalam arena global, perbedaan budaya menyebabkan kesulitan dalam proses negosiasi. Perbeda...

MANAJEMEN ORGANISASI

STUDI ORGANISASI   A. Pengertian Organisasi          Organisasi sebagai suatu entitas tempat beberapa orang berkumpul harus benar-benar dipahami keberadaanya, dengan mengenal dan memahami organisasi memungkinkan tujuan yangdiharapkan dapat tercapai. Organisasi dikatakan oleh Gary N. McLean sebagai situasi dimana dua atau lebih orang yang terlibat dalam mencapai tujuan bersama.          Sukanto Reksohadiprodjo dan Hani Handoko mengatakan organisasi sebagai: (1) Suatu lembaga sosial yang secara sadar dikoordinasikan dan dengan sengaja disusun; (2) terdiri dari sekumpulan orang dengan berbagai pola interaksi yang ditetapkan; (3) mempunyai batasan-batasan yang secara relatif dapat diidentifikasikan dan keberadaanya mempunyai basis yang relatif permanen; (4) dan dikembangkan untuk mencapi tujuan-tujuan tertentu.        Gibson, Ivancevich, Donnelly, dan Konopaske mengataka...