Oleh
Tontowi Jauhari
A.
Pendahuluan
Masjid
sebagai sebuah simbul keyakinan di
tengah-tengah masyarakat, sebagai tempat sujud dalam rangka mendekatkan diri
pada sang khalik, dan masjid memiliki hubungan emosional yang dekat dengan
masyarakat. Sehingga keberadaan masjid saat ini di bangun dengan arsitektur
yang begitu indah dan megah dangan biaya yang amat mahal.Akan tetapi sangat disayangkan, keindahan dan bahkan
kemegahan bangunan masjid yang tersebar di berbagai penjuru negeri tidak
menunjukkan tingkat kesejahteraan para jamaahnya, bahkan yang lebih ironis
untuk biaya pemeliharaan masjid tersebut seringkali dilakukan dengan
meminta-minta di pinggir jalan, sehingga menurunkan citra umat Islam.
Kemegahan masjid dan upaya
meminta-minta di pinggir jalan sangat kontradiktif, hal ini mengindikasikan
bahwa kondisi masyarakat Islam sesungguhnya belum menggembirakan, bahkan
kekuatan sosial dan ekonomi saat ini dikuasai oleh mereka yang berada di luar
masyarakat muslim (non muslim). Kondisi ini mendorong Ikatan Dai Indonesia
(Ikadi) untuk menjadikan masjid sebagai motor penggerak ekonomi umat, sekaligus
mengembangkannya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. dan Ketua Umum
(Ikadi), Prof. Dr. Achmad Satori Ismail mengatakan masjid “Tidak hanya berperan
sebagai aktifitas berdakwah saja tetapi ekonomi juga bisa digerakkan dari
masjid juga,”[1]
Kondisi masyarakat Islam yang miskin
bukanlah tanpa sebab dan solusi, Chamber (1983)[2]
berpandangan kemiskinan umumnya ditandai oleh isolasi – berlokasi jauh dari
pusat-pusat perdagangan, diskusi dan informasi, kurangnya nasehat dari penyuluh
pertanian, kehutanan dan kesehatan serta pada banyak kasus juga ditandai dengan
ketiadaan sarana bepergian. Kelompok masyarakat miskin amat rentan karena
mereka tidak memiliki sistem penyangga kehidupan yang memadai. Kebutuhan kecil
dipenuhi dengan cara menggunakan uangnya yang sangat terbatas jumlahnya,
mengurangi konsumsi, barter, pinjam dari teman dan pedagang. Mereka juga
mengalami ketidakberdayaan yang ditandai dengan diabaikannya mereka oleh hukum,
ketiadaan bantuan hukum bagi mereka, kalah dalam kompetisi mencari kerja dan
mereka pun tidak memperoleh pelayanan publik yang optimal.
Kemiskinan
kemudian lebih ditafsirkan sebagai suatu kondisi ketiadaan access pada
pilihan-pilihan dan hak-hak yang seharusnya melekat di bidang sosial, politik,
ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidup atau menurut Adi Sasono[3]
kemiskinan bukan disebabkan karena faktor-faktor kultur dinamis, tetapi
kemiskinan di sebabkan oleh kesempatan-kesempatan yang tidak diberikan atau
kesempatan telah dihancurkan dari mereka.Kemiskinan atau ketiadaan access menurut Islam merupakan suatu hal
yang membahayakan aqidah, akhlak, kelogisan berfikir, keluarga juga
masyarakat.Islam memandang kemiskinan sebagai musibah dan bencana yang harus
segera ditanggulangi.[4]
Ketiadaan access, hilangnya kesempatan, dan runtuhnya aqidah.Menuntut adanya
peran untuk dapat membuka access yang
hilang, memberikan kesempatan yang terampas dan mengembalikan aqidah yang
terkikis oleh kemiskinan.Upaya pengembalian ini dikenal dengan pemberdayaan, Bryant
& White (1987) menyatakan pemberdayaan sebagai upaya menumbuhkan kekuasaan
dan wewenang yang lebih besar kepada masyarakat miskin.Caranya dengan
menciptakan mekanisme dari dalam (build-in)
untuk meluruskan keputusan-keputusan alokasi yang adil, yakni dengan menjadikan
rakyat mempunyai pengaruh. Sementara Freire (Sutrisno, 1999) menyatakan empowerment bukan sekedar memberikan
kesempatan rakyat menggunakan sumber daya dan biaya pembangunan saja, tetapi
juga upaya untuk mendorong mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur
yang opresif.[5]
Dalam
konteks yang lebih luas pemberdayaan didekati dengan pendekatan pengembangan
kepada masyarakat (community development),
yang dipandang sebagai proses pembentukan, atau pembentukan kembali
struktur-struktur masyarakat manusia yang memungkinkan berbagai cara baru dalam
mengaitkan dan mengkoordinasikan kehidupan sosial serta kebutuhan manusia.[6]Dari
isu-isu tersebut di atas diaharapkan bagaimana Masjid yang memiliki kedekatan
dengan masyarakat mampu membangun kembali striktur-struktur yang telah dirampas,
melalui lembaga keuangan mikro guna pemberdayaan masyarakat.
B.
Relasi Masjid dan Pemberdayaan
Relasi dimaksudkan adalah sebagai
hubungan atau pertalian antara masjid dan pemberdayaan masyarakat.Masjid
merupakan tempat sembahyang terutama shalat jum’at.[7]Masjid
berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah suatu tempat sujud.Fungsi utama
masjid adalah sebagai tempat sholat bersujud kepada Allah SWT, dan melaksanakan
ibadah-ibadah yang telah disyariatkan-Nya. Masjid merupakan tempat orang
berkumpul dan melakukan sholat secara berjamaah dengan tujuan sebenarnya adalah
meningkatkan solidaritas dan silaturrahmi di antara sesama kaum muslim.[8]
Masjid bila dilihaat dari
tugas-tugasnya berperan sebagai[9]:
1. Tugas utama dan pertama dari masjid
adalah tempat sujud.
2. Masjid tempat berkumpulnya muslim
3. Masjid tempat mengumumkan hal-hal penting
yang menyangkut hidup masyarakat muslim
4. Masjid sebagai tempat belajar bagi
orang-orang yang ingin mendalami addin
5. Masjid tempat baitulmaal
6. Masjid tempat menyelesaikan perkara
7. Masjid sebagai tempat sosial
Apabila
kita kaji secara lebih dalam dan memperhatikan konteks masjid dewasa ini,
sebenarnya sangat banyak fungsi masjid yang dapat dikembangkan untuk mengangkat
harkat umat Islam. Fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah:
1. Masjid merupakan tempat kaum
muslimin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT;
2. Masjid adalah tempat kaum muslimin
beritikaf, membersihkan diri, menggembleng batin untuk membina kesadaran dan
mendapatkan pengalaman batin kegamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan
jiwa dan raga serta kebutuhan pribadi;
3. Masjid adalah tempat bermusyawarah
kaum muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat;
4. Masjid adalah tempat kaum muslimin
berkonsultasi, mengajukan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan;
5. Masjid adalah tempat membina
keutuhan ikatan jamaah dan kegotongroyongan di dalam mewujudkan kesejahteraan
bersama;
6. Masjid dengan majelis taklimnya
merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin;
7. Masjid adalah tempat pembinaan dan
pengembangan kader-kader pimpinan umat;
8. Masjid tempat mengumpulkan dana,
menyimpan, dan membagikannya;
9. Masjid tempat melaksanakan
pengaturan dan supervisi sosial.[10]
Begitu pentingnya tugas dan peran
masjid, maka masjid merupakan azas utama dan terpenting dalam pembentukan
masyarakat Islam, karena masyarakat muslim tidak akan terbentuk secara kokoh
dan rapi kecuali dengan adanya komitmen terhadap sistem, aqidah, dan tatanan
Islam. Pembentukan masyarakat Islam tidak akan terwujud kecuali melalui
semangat masjid.[11]Disinilah
perlunya relasi masjid dalam membangun hubungan atau keterikatan masjid dengan
fungsi-fungsinya demi terbentuknya masyarakat Islam.
Pembentukan masyarakat Islam yang
diharapkan tidak lepas dari peran pemberdayaan.Istilah pemberdayaan(empowerment)
telah mengubah konsep pembangunan dan
sekaligus strategi bagaimana mengentaskan kemiskinan khususnya di
pedesaan.Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan paradigma atau
serangkaian perubahan mulai dari tataran konsep, teori, nilai-nilai, metodologi
sampai ke tataran pelaksanaannya.
Pemberdayaan
amat dekat dengan konsep kemiskinan.Kemiskinan biasanya dikenali dari
ketidakmampuan sebuah keluarga memenuhi kebutuhan dasar dan berbagai kaitan
yang mencitrakan orang tersebut menjadi miskin.Beberapa konsep kemiskinan
adalah (1) garis kemiskinan yang dikaitkan dengan kebutuhan konsumsi mininum
sebuah keluarga atau sering disebut sebagai kemiskinan primer—indikasinya
adalah 2 per 3 pendapatan habis buat makan, (2) kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif.Kemiskinan absolut menjadi fenomena negaranegara dunia
ketiga yang ditandai oleh keluarga yang hidup di bawah garis
kemiskinan.Sedangkan kemiskinan relatif adalah keluarga berada di atas garis
kemiskinan tetapi rentan terjerembab ke kubangan garis kemiskinan. (3)
kemiskinan missal atau kantong kemiskinan adalah kemiskinan yang melanda satu
negara atau wilayah dan hal ini membuatnya menjadi kompleks dalam proses
mengatasinya.[12]
Menurut SMERU (2001), kemiskinan
memiliki berbagai dimensi:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan)
2. Tidak adanya akses terhadap
kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan
transportasi).
3.
Tidak
adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan
keluarga).
4.
Kerentanan
terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.
5.
Rendahnya
kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam.
6.
Tidak
dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.
Tidak
adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan
8.
Ketidakmampuan
untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.
Ketidakmampuan
dan ketidakberuntungan sosial (anak telantar, wanita korban tindak kekerasan
rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).[13]
Pemberdayaan dalam kaitannya dengan
pembangunan dan pengentasankemiskinan sering dikaitkan dengan beberapa hal
berikut:
1. Tata
relasi kekuasaan yang demokratik, transparan dan diakuipublik (good
governance).
2. Transformasi
ekonomi menjadi komunitas yang mandiri, berbasispada sumberdaya lokal, dan
penguatan sumberdaya manusia.
3. Promosi
pengembangan komunitas melalui kekuatan sendiri danberporos pada proses
dibandingkan dengan penyelesaian suatuproyek.
4. Sebuah
proses yang memungkinkan pengambilan keputusan kolektifdan dilanjutkan dengan tindakan
kolektif.
5. Partisipasi
penuh atau sebuah proses yanng melipatkan seluruhlapisan masyarakat (tanpa
terkecuali) dalam pengembanganagenda komunitas.[14]
Konsep-konsep tentang tugas dan
peran masjid, kemiskinan, dan pemberdayaan
memerlukan peran sebuah lembaga yang dapat mewujudkan dalam bentuk
tindakan,agar masjid dapat benar-benar menjalankan fungsi dan peran dalam
konsep kekiniaan, yang dapat membantu pengentasan kemiskinan sebagai bentuk
pemberdayaan masyarakat muslim.
C.
Masjid Sebagai Pusat Ekonomi Umat
Salah satu pilar peradapan Islam
adalah Ekonomi, dalam konteks ini Ibnu Khaldun mengatakan; Ekonomi
adalah tiang dan pilar paling penting untuk membangun peradaban Islam
(Imarah).Tanpa kemapanan ekonomi, maka kejayaan Islam sulit dicapai bahkan tak
mungkin diwujudkan.Ekonomi penting untuk membangun negara dan menciptakan
kesejahteraan umat.
Sumber
keuangan umat Islam berupa Zakat, Infak, sedekah, wakaf dan lainnya merupak
sumber keuangan yang bebas dari jebakan-jebakan kapitalis, dapat berdiri kokoh
dengan bentuk pertanggung jawaban kepada sesama (sosial), pertanggung jawaban moral
dan pertanggungjawaban kepada Allah. Sumber-sumber keuangan Islam saat ini
belum mendapat perhatian yang serius, bahkan dari kalangan umat Islam sendiri
ada keengganan untuk membicarakan kajian-kajian ekonomi di dalam masjid (tidak
jarang yang mengatakan bid’ah, tidak ada contah dari nabiSAW, ekonomi itu di
pasar dan lain-lain), padahal fungsi masjid sendiri didalamnya berbicara
persoalan-persoalan ekonomi.
Potensi
sumber keuangan Islam merujuk kepada pendapat Erie Sudewo Wali Amanah Dompet
Dhuafa (30 September 2010) dari dana zakat sebagai berikut: Jumlah penduduk
Indonesia saat ini sekitar 230 juta jiwa, 80 persennya muslim atau 180 juta
orang. Muslim sebanyak itu kita bagi dua, yakni kaya dan miskin, yang
masing-masing berjumlah 90 juta orang.Untuk menghitung yang miskin didasarkan
atas jiwa, sedangkan untuk yang kaya berdasarkan kepala keluarga. Misalnya,
setiap kepala keluarga terdiri atas lima anggota keluarga, maka 90 juta dibagi
lima menjadi 18 juta kepala keluarga. Namun demikian, kemampuan mereka tentu
tidak sama, dan yang menjadi persoalan adalah berapa dari angka itu yang
bersedia menjadi pembayar zakat (muzaki). Berkaitan dengan hal itu, zakat
dipilah atas tiga potensi, yakni terendah, progresif, dan ideal.Potensi
terendah adalah membayar zakat Rp50 ribu per bulan. Jika muzaki dihitung hanya
10 persen dari 18 juta kepala keluarga akan terhimpun Rp90 miliar per bulan
atau Rp1,08 triliun per tahun. Potensi progresif dengan membayar zakat Rp100
ribu per bulan akan terhimpun Rp180 miliar per bulan atau Rp21,6 triliun per
tahun. Potensi ideal adalah membayar zakat Rp150 ribu per bulan akan terhimpun
Rp270 miliar per bulan atau Rp32,4 triliun per tahun.
Kalkulasi zakat yang dilakukan oleh
Arie Sudewo, tampaknya belum menarik perhatian bagi pengurus masjid (Nazir
Masjid), ketidak tertarikan pengurus masjid tentunya lebih disebabkan oleh
mismanajemen dalam rangka pemakmuran masjid.Padahal
pengurus mesjid, khususnya yang membidangi dakwah, sangat menentukan untuk
kebangkitan kembali peradaban Islam seperti masa lampau.Pengurus mesjid sangat
menentukan maju-mundurnya umat Islam. Pengurus mesjid yang berwawasan sempit
akan memandang agama Islam sebatas ibadah dan aqidah hanya tertarik dengan
kajian spiritual belaka, sehingga mereka mengundang para ustadz yang ahli fiqih
ibadah dan ahli teologi/sufistik saja. Pengurus mesjid sangat jarang (kalau tak
ingin mengatakan tak pernah sama sekali) memilih materi ekonomi Islam yang
ruang lingkupnya sangat luas. Padahal mengkaji ekonomi syariah hukumnya wajib.[15]
Kajian-kajian ekonomi sebagai bentuk
pemfungsian masjid yang memiliki relasi sangat erat dengan persoalan kemiskinan.Kesadaran
tentang persoalan ekonomi dengan basic masjid merupakan paradigma yang
terbarukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat. Fungsi masjid dalam bidang
ekonomi telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, dari fakta sejarah tersebut dapatlah
disimpulkan bahawa masjid di masa awal Islam telah menjadi sebagai: (1) pusat
ibadah, (2) pusat pendidikan dan pengajaran, (3) pusat penyelesaian
permasalahan umat dalam aspek hukum (peradilan), (4) pusat pendanaan
ekonomi umat melalui Baitul Mal, (5) pusat informasi Islam, dan (6) Pernah
menjadi sebagai pusat latihan tentera.
Fungsi
masjid sebagai pusat ekonomi umat dapat melalui bentuk Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), merupakan rumah harta dan rumah
pembiayaan/pengembangan harta secara konseptual memiliki dua fungsi, pertama
Baitul Maal yang berfungsi menerima titipan dana zakat, infak, dan sedekah
serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Kedua, Baitut Tamwil yang berfungsi melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan
usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha
mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang
kegiatan pembiayaan ekonominya. Fungsi ini dapat kita lihat pada BMT Beringharjo
yang berada di pelataran Masjid Muttaqien Pasar Beringharjo Yogyakarta, Rumah
Amal Salman ITB, i-Klinik ICMI dan lainnya
Selain
baitul maal wa tamwil, fungsi masjid sebagai sebagai pusat ekonomi umat dapat
berbentuk Lembaga Amil Zakat dan juga dalam bentuk Asuransi Syariah atau dalam
bentuk yang lainnya. Lembaga-lembaga ini memiliki konsep pinjaman kebijakan
yang diambil dari dana ZIS atau dana sosial. Dengan adanya model pinjaman ini,
lembaga ekonomi umat yang terpusatkan di masjid tidak memilikirisiko kerugian
dari kredit macet yang mungkin saja terjadi. Karena lembaga ini memiliki
semacam jaminan/proteksi sosial melalui pengelolaan dana baitul maal berupa
dana ZIS ataupun berupa insentif sosial, yakni rasa kebersamaan melalui ikatan
kelompok simpan pinjam ataupun kelompok yang berorientasi sosial. Proteksi
sosial ini menjamin distribusi rasa kesejahteraan dari masyarakat yang tidak
punya kepada masyarakat yang punya. Dengan demikian, terjadi komunikasi antara
dua kelas yang berbeda yang akan memberikan dampak positif kepada kehidupan
sosial ekonomi komunitas masyarakat sekitar.
Dengan membuat sebuah program
kegiatan ekonomi di masjid-masjid, maka diharapkan dapat mengembangkan
usaha-usaha mikro, sebagai pelaku utama ekonomi kerakyatan, yang akan sulit
jika dibiayai dengan menggunakan konsep perbankan murni. Pada sisi lain kemitraan
seperti ini juga akan meningkatkan kemampuan sumber keuangan umat dalam bentukBMT
atau yang lainnya, dan menjadi lembaga
keuangan alternatif yang akhirnya program ekonomi ini akan menghantarkan
mencapai kesejahteraan lahir dan bathin bagi masyarakat masjid khususnya.
D.
Simpulan
Dari
paparan-paparan tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perlu mengembalikan fungsi masjid
sebagaimana pada zaman Rasulullah SAW, terutama dalam fungsi masjid sebagai
pusat pendanaan ekonomi umat melalui Baitul Maal.
2. Lembaga keuanggan umat sebagai
lembaga keuangan alternatif tidak memiliki risiko keridit macet sebagaimana
bank konfensional.
3. Lembaga keuangan yang terpusatkan di
masjid lebih memiliki proteksi sosial yang kuat dalam pemberdayaan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Adi
Sasono, (edt. M. Amin Rais), Islam di
Indonesia Suatu Ikhtiar Mengaca Diri, Raja Grafindo, Jakarta, 1996.
Edi
Suharto, Pendekatan Pekerjaan Sosial
dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Malang 12 April 2004
Handout,
Training Fasiitasi Pemberdayaan
Masyakarat kerjasama Inspirit Innovation Circles dan ACCESS pada 21-26 Juni
2004 di Waingapu, Sumba.
Jim
Ife dan Frank Tesoriero, Community Developmen, (terj.Sastrawan Manullang),
Pustaka Pelajar, 2008.
Muhammad
Sa’id Ramadhan Al-Buthy, Sirah Nabawiyah, Analisis Ilmiah Manhajiah terhadap
Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW, Robbani Press, Jakarta, 1999.
Sidi
Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan
Kebudayaan Islam, Al-husna, Jakarta, 1994.
Yusuf
Qaradhawi, Spektrum Zakat, dalam
Membangun Ekonomi Kerakyatan, Zikrul Hakim, Jakarta, 2005.
http://www.republika.co.id/,
(tgl 10 oktob 2011)
http://www.aulia-kids.org
http://www.mail-archive.com/syiar-islam@yahoogroups.com/msg01596.html,
(tgl 10 Oktob 2011)
http://www.mail-archive.com/syiar-islam@yahoogroups.com/msg01596.html,
(tgl 10 Oktob 2011)
[1] (http://www.republika.co.id/,
tgl 10 oktob 2011)
[2]Handout,Training
Fasiitasi Pemberdayaan Masyakarat kerjasama Inspirit Innovation Circles
dan ACCESS pada 21-26 Juni 2004 di Waingapu, Sumba, hal. 2
[3] Adi Sasono, (edt. M. Amin Rais), Islam di Indonesia Suatu Ikhtiar Mengaca Diri, Raja Grafindo,
Jakarta, 1996, hal. 100.
[4] Yusuf Qaradhawi, Spektrum
Zakat, dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Zikrul Hakim, Jakarta, 2005,
hal. 24.
[5]http://www.aulia-kids.org
[6]Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Developmen, (terj.Sastrawan
Manullang), Pustaka Pelajar, 2008, hal. 4.
[7]Sidi Gazalba, Masjid Pusat
Ibadah dan Kebudayaan Islam, Al-husna, Jakarta, 1994, hal. 117
[8]http://www.mail-archive.com/syiar-islam@yahoogroups.com/msg01596.html,
(tgl 10 Oktob 2011)
[9] Sidi Gazalba, Masjid Pusat
Ibadah dan Kebudayaan Islam, Al-husna, Jakarta, 1994, hal. 126-130
[10]http://www.mail-archive.com/syiar-islam@yahoogroups.com/msg01596.html,
(tgl 10 Oktob 2011)
[11] Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy, Sirah Nabawiyah, Analisis Ilmiah
Manhajiah terhadap Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW, Robbani
Press, Jakarta, 1999, hal. 171
[12] Handout, Training
Fasiitasi Pemberdayaan Masyakarat, kerjasama Inspirit Innovation Circles
dan ACCESS pada 21-26 Juni 2004 di Waingapu, Sumba, hal. 1
[13] Edi Suharto, Pendekatan
Pekerjaan Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Malang 12 April 2004
[14] Handout, Training
Fasiitasi Pemberdayaan Masyakarat, kerjasama Inspirit Innovation Circles
dan ACCESS pada 21-26 Juni 2004 di Waingapu, Sumba, hal. 3
[15]http://islamic-economic.blogspot.com/2007_03_28_archive.html,
(tgl 10 Oktob 2011)
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut