STUDI ORGANISASI
A. Pengertian Organisasi
Organisasi sebagai suatu entitas tempat beberapa orang berkumpul harus benar-benar dipahami keberadaanya, dengan mengenal dan memahami organisasi memungkinkan tujuan yangdiharapkan dapat tercapai. Organisasi dikatakan oleh Gary N. McLean sebagai situasi dimana dua atau lebih orang yang terlibat dalam mencapai tujuan bersama.
Sukanto Reksohadiprodjo dan Hani Handoko mengatakan organisasi sebagai: (1) Suatu lembaga sosial yang secara sadar dikoordinasikan dan dengan sengaja disusun; (2) terdiri dari sekumpulan orang dengan berbagai pola interaksi yang ditetapkan; (3) mempunyai batasan-batasan yang secara relatif dapat diidentifikasikan dan keberadaanya mempunyai basis yang relatif permanen; (4) dan dikembangkan untuk mencapi tujuan-tujuan tertentu.
Gibson, Ivancevich, Donnelly, dan Konopaske mengatakan organisasi sebagai berikut: “An organization is a coordinated unit consisting of at least two people who function to achieve a common goal or set of goals”. Gibson dkk mengatakan bahwa organisasi dapat dipahami sebagai sebuah unit yang terkoordinasi, terdiri dari dua orang atau lebih yang berfungsi untuk mencapai tujuan bersama atau serangkaian tujuan. Sedangkan Richard L. Daft dalam bukunya Organization Theory and Design, mendifinisikan organisasi sebagai berikut: “Organizations are (1) social entities that (2) are goal-directed, (3) are designed as deliberately structured and coordinated activity systems, and (4) are linked to the external environment”. Apa yang dikatakan Daft dapat bermakna bahwa organisasi itu menggambarkan sebagai entitas sosial, yang diarahkan kepada pencapaian tujuan, dengan struktur yang dirancang secara sengaja dan terkoordinasi sebagai suatu sistem, serta terkait dengan lingkungan eksternal.
Stephen P. Roobins mengatakan organisasi merupakan suatu entitas sosial yang secara sadar terkoordinasi, memiliki suatu batas yang relatif dapat diidentifikasi, dan berfungsi secara relatif kontinu (berkesinambungan) untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama. dan E. Wight Bakke dalam Kusdi mengatakan bahwa organisasi sebagai: Suatu sistem berkelanjutan dari aktivitas-aktivitas manusia yang terdeferensiasi dan terkoordinasi, yang mempergunakan, mentransformasikan, dan menyatu padukan seperangkat khusus manusia, material, modal, gagasan, dan sumber daya alam menjadi suatu kesatuan pemecahan masalah yang unik dalam rangka memuaskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia dalam interaksinya dengan sistem-sistem lain dari aktivitas manusia dan sumbar daya dalam lingkungannya.
Dengan demikian organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu entitas(wujud) sosial yang dikoordinasikan secara sadar oleh sekelompok orang secara terus menerus untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai seorang diri.
B. Evolusi Organisasi
Organisasi dari waktu kewaktu mengalami evolusi yang sangat berarti. Evolusi merupakan perubahan yang sangat cepat dalam perkembangan organisasi dengan memberikan inovasi baru dalam bentuk keunggulan-keunggulan dan keunikan-keunikan dari perkembangan awal sampai perkembangan yang paling mutakhir dalam teori organisasi. Evolusi atau perkembangan teori organisasi memunculkan berbagai macam pendekatan-pendekatan yang masing-masing dipengaruhi oleh cara yang digunakan untuk meninjau masalah organisasi.
Morgon (1986) mengatakan organisasi modern yang kompleks memerlukan pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan tentang teori organisasi dan perilaku orang dalam organisasi mengikuti berkembangnya kemajuan ilmu manajemen dan administrasi publik. Teori mencoba untuk menjelaskan organisasi bagaimana memprediksi tindakan masa depan atau perilaku mereka, teori menyederhanakan untuk membawa fenomena di bawah lensa fokus dalam melihat dan memahami sebuah teori, kemudian, seperti model, berfungsi untuk menjelaskan dan membantu kita memahami apa yang terjadi di dunia sekitar kita.Teori organisasi adalah cara untuk melihat dan menganalisis organisasi yang lebih akurat dan mendalam, melihat dan berpikir tentang organisasi didasarkan pada pola dan keteraturan dalam desain organisasi dan perilaku.
Kebanyakan teori yang dikembangkan sejauh ini tentang organisasi telah memiliki ideologi manajerial, yaitu dikembangkan untuk implikasi manajerial. Dari ideologi ini beberapa teori telah dikembangkan mencoba untuk menjelaskan sisi lain dari organisasi, yaitu sisi individu dan organisasi serta apa yang dilakukan untuk masyarakat dan orang-orang lain. Teorikritis yang dibangun berasal dari karya-karya besar dari John Stuart Mill, Gaetano Mosca, Robert Michels, Emanuel Kant, Karl Marx, dan Max Weber, dan beberapa orang lain seperti Jean Paul Sartre.
Bangunan teori tersebut memunculkan: teori klasik atau formal, juga disebut/teori struktural fungsional, teori keputusan neo klasik, teori perilaku, teori sistem, teori kontingensi, teori biaya pasar dan transaksi, teori keagenan, teori formal; teori organisasi humanisme, teori populasi ekologi, teori kritis dan interpretatif, teori Marxis dan teori alienasi Marx, teori Habermas'neo Marxist, dan teori-teori non Marxist seleksi alam, model integratif dan non hierarchical model.
Teori-teori yang ada menurut Lagaard, memiliki kontribusi terbesar dalam teori organisasi yang disebut "fokus pada kinerja tugas dan struktur", kontribusi tersebut dibuat sehubungan dengan berkembangnya masyarakat industri dan kelompok industri besar, yang menciptakan kebutuhan untuk teori tentang pengelolaan banyak orang yang berkumpul di sekitar tugas-tugas industri. Kelompok-kelompok industri besar ditandai dengan dirancangnya peran kolektif untuk mencapai tujuan tertentu dengan budaya sangat formal. Pengembangan ini menghasilkan teori organisasi dengan aturan normatif dalam penataan kerja, di mana organisasi yang berperan, atau mesin dibangun untuk tujuan mencapai tujuan yang ditentukan.
Kontribusi teoritis yang berbeda, bagi pemahaman organisasi yang berfokus pada kinerja tugas dan struktur: Teori Organisasi Klasik (Manajemen Ilmiah, Teori Administrasi, Teori Birokrasi), Teori Organisasi Neo Klasik, dan Teori Organisasi Modern.
Teori Organisasi Klasik
Manajemen Ilmiah
Manajemen Ilmiah berawal pada abad 19an, Frederick W.Taylor adalah kontributor utama dalam Manajemen Ilmiah yang didasarkan pada ide sistematisasi meningkatkan efisiensi melalui analisis ilmiah dan eksperimen. Taylor percaya bahwa perlu meresepkan proses yang menghasilkan output yang maksimum dengan input energi dan sumber daya yang minimum. Menurut Taylor titik awal dimulai dari proses kerja individu, dengan konsekuensi yang cukup besardi seluruh sistem. Struktur harus didesain sesuai dengan fokus pada proses kerja, sehingga menurutnya perlu dibangun spesialisasi kerja yang dapat mengoptimumkan proses kerja, karena titik awal pendekatan Taylor adalah individu maka pendekatan ini dikategorikan sebagai pendekatan bottom up.
Efisiensi dengan pendekatan ilmiah Taylor melahirkan empat kaedah dasar manajemen, yaitu: mengganti metode-metode kerja dengan metode yang dikembangkan atas dasar ilmu pengetahuan tentang kerja yang ilmiah dan benar; mengadakan latihan, seleksi, latihan-latihan dan pengembangan karyawan secara ilmiah; pengembangan ilmu tentang kerja; dan untuk membangun semangat dan mental para karyawan dibangun hubungan antara karyawan dan manajer sehingga memunculkan suasana kerja yang baik. Dengan karakteristik manajemen ilmiah, yaitu: Science, not rule of thumb; Harmony, not discord; Cooperation, not individualism; maximum output, in place of restricted output.
Manajemen Ilmiah Taylor ini cepat diadopsi oleh perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi secara masal. Misalnya Hendry Ford yang menonjol dengan revolusi industrinya. Ford sesuai dengan prosedur hingga kini masih memproduksi secara masal, sehingga menciptakan fordisme baru. Karena itu, Manajemen ilmiah telah memiliki dampak yang panjang dan menentukan pada praktek industri dan ide-ide teoritis organisasi. Kemudian teori ini dikritik, karena dianggap mengenyampingkan pandangan-pandangan kemanusiaan, meskipun masih dijadikan pedoman prosedur teknis di sektor industri.
Teori Administrasi
Teori administrasi juga berkembang sejak abad 19an, teori ini berkembang atas sumbangan teoritis Hendri Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa (Prancis), serta Mooney dan Relley di Amerika. Hendri Fayol sebagai seorang industrialis mengembangkan prinsip-prinsip administrasi berupa, struktur piramida sebagai hirarki manajemen yang berfungsi sebagai dasar bagi organisasi dalam melakukan kegiatan, dengan pendekatan top down.
Meskipun pikiran Fayol muncul pada awal abad 19 tentang masalah-masalah teknik dan administrasi dari buku “Administrasi Industrielle et Generale ( Administrasi Industri dan Umum)”, dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris tahun 1929 dengan judul “General and Industrial management”, serta baru di publikasikan di Amerika sekitar tahun 1949. Kontribusi teoritis untuk pendekatan administratif menggunakan prinsip koordinasi dan spesialisasi.
Koordinasi dalam teori Fayol adalah: piramida hirarkis
o Semua karyawan bertanggung jawab kepada satu superior saja.
o Sebuah superior hanya dapat memiliki jumlah bawahan terbatas sesuai rentang kendali.
o Pekerjaan rutin harus dilakukan oleh bawahan, atasan dapat hadir untuk tugas-tugas khusus.
Spesialisasi: Penyebaran kegiatan dalam kelompok kerja
o Pembentukan kelompok homogen menurut: Tujuan (Marketing atau departemen pengembangan), Proses, Pelanggan (pelanggan kecil,menengah dan besar), dan Geografi (layananyang berbeda-bedasesuai dengan negara atau wilayah).
Prinsip-Prinsip Administrasi (Manajemen). Menurut Henry Fayol, yaitu:
1. Pembagian Kerja (Devision of work)
2. Wewenamg dan Tanggung jawab (Authority and Responsibility)
3. Disiplin (Discipline)
4. Kesatuan Perintah (Unity of Command)
5. Kesatuan Arah (Unity of Direction)
6. Mengutamakan Kepentingan Umum Diatas Kepentingan Pribadi (Sub Ordination Of Individual interest to The Command Good)
7. Pemberian Upah (Remuneration)
8. Pemusatan (Centralization)
9. Jenjang Jabatan (The Hierarchy)
10. Tata Tertib (Order)
11. Kesamaan (Equity)
12. Kestabilan Staf (Stability of staff)
13. Inisiatif (initiative)
14. Semangat Korps (Esprit de Corps).
Model Birokrasi
Max Weberdengan bukunya The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism, juga buku The Theory of Social and Economic Organization sebagai karya terbesar Weber yang ditulis hingga akhir hayatnya, karena karyanya Weber digambarkan sebagai bapak sosiologi, dan diatelah melakukan upaya besar untuk menjelaskan kondisi peradaban barat. Weber mengembangkan pemahaman tentang birokrasi. Birokrasi adalah fundamental karena merupakan pola dasar yang ada dalam banyak varian, dengan pendekatan yang lebih luas bagi organisasi karena ia mencakup perspektif sosial dan historis. Ia percaya bahwa pemahaman organisasi dan struktur mereka dapat ditemukan dalam konteks sejarah, dania mengembangkan norma ideal untuk birokrasi.
Birokrasi berasal dari kata legal-rasional, dikatakan organisasi rasional dalam hal penetapan tujuan dan perancanagan organisasi dalam mencapai tujuan, dan oraganisasi legal karena wewenang berasal dari seperangkat aturan, prosedur dan peranan yang dirumuskan secara jelas. Menurut Weber secara kodrati bentuk organisasi yang paling efisien. Karena itu masyarakat perlu membentuk organisasi baru (birokratik) dengan karakteristik birokratik. Birokrasi organisasi menekankan pentingnya merancang dan mengelola organisasi melalui elemen seperti wewenang dan tanggung jawab yang jelas, pencatatan formal,dan penerapan aturan standar, meskipun kata Daft istilah birokrasi berkonotasi negatif dalam organisasi saat ini, karakteristik birokrasi bekerja sangat baik untuk kebutuhan era industri.
Menurut Scott (1998) birokrasi adalah Struktur administratif tertentu, yang didasarkan pada hukum dan aturan yang berorientasi otoritas, dan memiliki karakteristik sebagai berikut: Distribusi kerja antara anggota organisasi, Hirarki administratif, Sistem yang berorientasi aturan, Pekerjaan
menggambarkan kinerja, Pemisahan harta pribadi dan harta kantor, Pemilihan staf sesuai dengan kualifikasi pekerjaan. Sedangkan Weber mengemukakan karakteristik-karakteristik birokrasi sebagai berikut:
1. Adanya pembagian kerja yang jelas, atau Spesialisasi pekerjaan.
2. Adanya Hierarki wewenang, setiap posisi bawahan dikontrol dan diawasi oleh atasan; Rantai Perintah.
3. Aturan Formal dan Regulasi, mengatur perilaku pekerja secara sama rata, menjamin kelangsungan dan stabilitas lingkungan kerja, dan mengurangi ketidakpastian performa kerja.
4. Hubungan yang Impersonal, tidak ada ikatan emosional antara atasan dan bawahan; menjamin kejelasan posisi.
5. Kompetensi khusus dan latihan merupakan kriteria utama kedudukan administratif Kriteria seleksi yang ketat dan tidak ada pengangkatan dan pemberhentian secara suka-suka.
6. Memperkerjakan karyawan berdasarkan kompetensi, kenyataannya pada saat ini, biasanya hal tersebut dilakukan saat baru membuka lowongan, apabila kompetensi pekerja yang diterima tidak sesuai dalam bidangnya diberikan pelatihan atau bekal terlebih dahulu agar bias menunjang ke depannya.
Teori Organisasi Neoklasik
Teori neoklasik sesungguhnya bukanlah teori organisasi baru, teori ini muncul setelah ada perubahan-perubahan pada teori klasik, terutama sejak diperkenalkan ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia. Teori ini juga timbul dikarenakan teori klasik dianggap tidak dapat sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan keselarasan kerja. Perkembangan teori neoklasik muncul dengan adanya percobaan-percobaaan yang dilakukan Hugo Munsterberg, Elton Mayo dan Hawthrone.
Hugo Munsterberg (1863-1916) merupakan pengagas psikologi industri, sehingga dikenal sebagai Bapak Psikologi Industri. Hugo menulis buku yang paling terkanal, Psychologi and Industrial Efficiency, buku ini menjembatani antara teori klasik dan teori neoklasik. Di dalam bukunya Hugo menerangkan bahwa untuk melakukan produktivitas harus melakukan tiga cara degan menemukan orang terbaik (best possible person), penciptaan karya terbaik (best possiblework), dan penggunaan efek terbaik (best possible effect).
Elton Mayo (1880-1949) terkenal dengan percobaann-percobaan Hawthorne yang menggambarkan hubungan interaksi antara manajer dan bawahan. Bila moral dan efisiensi kerja memburuk, maka hubungan manusiawi dalam organisasi juga memburuk.
Mayo, Fritz J. Roethlisberger dan William J. Dickson mengadakan penelitian bersama di pabrik Howthorn milik perusahaan Westren Electric. Fritz J. Roethlisberger merupakan asisten reset Elton Mayo, dan William J. Dickson dari perusahaan Westren Electric. Percobaan pertama yang dilakukan tentang pengaruh kondisi penerangan terhadap produktivitas, hasil penelitian disimpulkan bahwa bila kondisi penerangan naik, maka produktivitas juga akan naik, bila kondisi penerangan dikurangi ternyata produktivitas juga akan menurun. Penelitian kedua tentang kelompok yang terdiri dari enam orang dipisah dalam ruangan, dimana satu ruangan diperlakukan dengan kondisi yang berubah setiap waktu, sedangkan ruangan yang lain tidak mengalami perubahan. Variabel yang mengalami perlakuan seperti upah, jam istirahat, jam makan, hari kerja dan sebagainya. hasil penelitian ternyata kedua kondisi kerja tersebut mengalami kenaikan produktivitas. Ternyata kenaikan produktivitas bukan diakibatkan oleh insentif keuangan, tetapi rantai reaksi emosional antar pekerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja, perhatian khusus dan simpatik juga sangat berpengaruh, fenomena ini dikenal dngan Hawthorne Effect.
Penelitian lain tentang kelompok kerja informal-lingkungan sosial karyawan signifikan terhadap produktivitas. Konsep makhluk sosial dimotivasi kebutuhan sosial, keinginan akan hubungan timbal balik dalam pekerjaan dan lebih responsif terhadap dorongan kelompok kerja, pengawasan manajemen telah menggantikan konsep “makhluk rasional” yang dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan phisik manusia.
Dengan demikian peneliti Howthorn mengemukan pentingnya perasaan dan sikap para karyawan serta kelompok-kelompok kerja, ini artinya ada keterkaitan pada organisasi informal dan kelompok sosial para pekerja yang lebih kuat pengaruhnya terhadap produktivitas kerja dari pada keinginan personal akan hasil yang lebih besar dan tuntutan formal organisasi. Pada akhirnya tuntutan akan efisiensi harus ditopang oleh pemahaman akan faktor manusia dalam pekerja.
Teori Organisasi Modern
Teori organisasi modern terkadang dihubungan dengan perilaku, situasi, dan sistem. Teori modern melihat semua unsur dalam organisasi dianggap sebagai satu kesatuan. Teori modern melihat bahwa organisasi bukanlah suatu sistem yang tertutup berkaitan dengan sistem yang stabil, organisasi adalah suatu sistem terbuka bila organisasi ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Teori modern adalah multidisiplin dengan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, berinteraksi dengan bagian-bagian dan fungsi-fungsi dalam organisasi ataupun dengan organisasi lain dan lingkungannya.
Organisasi klasik menekankan pada pencapaian efisiensi dan efektivitas organisasi, dengan menekankan pada analisis dan deskripsi organisasi melalui konsep koordinasi dan vertikal. Organisasi dan lingkungan yang dinamis serta didukung teknologi memerlukan konsep sistem bagi operasi atau proses organisasi, sehingga diperlukan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, komunikasi, motivasi, dan integrasi demi kesuksesan operasi tujuan-tujuan organisasi.
Organisasi memiliki kerja yang sangat kompleks, dinamis, multilevel, multidemensional, multivariable, dan probabilistik. Organisasi terdiri dari antar hubungan bagian-bagian sistem, sebagai sistem organisasi terdiri dari: unsur struktur, unsur proses, dan unsur perilaku organisasi. Teori modern yang lebih dinamis seperti yang dikatakan Ludwig von Bertalanffy seorang ahli biofisiologi Jerman mengambil konsep “organisasi” yang dikembangkan ahli-ahli biologi pada semua jenis sistem secara umum. Gagasan Bertalanffy berkembang dengan pesat, ia mengatakan bahwa setiap satuan atau unit apapun (unit biologis, sosial, kultural, politik, ekonomi dll) dapat didekati dengan pendekatan organik sebagai “sistem”.
Teori Sistem Umum
Teori sistem telah memindahkan fokus perdebatan dalam kajian teori organisasi. Teori sistem umum merupakan aspek analisis organisasi yang berusaha untuk menemukan kaedah-kaedah umum organisasi yang berlakau universal. Teori sistem yang umum dari Bertalanffy dibangun berdasarkan premis-premis dasar sebagai berikut:
1. Kesatuan dan Interdependensi: dalam sebuah sistem berlaku bahwa keseluruhan adalah lebih dari penjumlahan bagian-bagian, karena masing-masing bagian berhubungan secara independen.
2. Hirarki: sebuah sistem selalu terdiri dari tingkatan-tingkatan yang makin tinggi kompleksitasnya. Sistem yang lebih besar disebut super sistem, sedangkan yang lebih kecil disebut sub sistem.
3. Pengaturan diri (self regulation) dan kontrol: sistem selalu berorientasi pada tujuan, dan sistem mengatur perilakunya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
4. Hubungan timbal balik dengan lingkungan: sistem yang terbuka (open system) selalu berinteraksi dengan lingkungannya secara timbal balik, yaitu pertukaran materi dan energi dalam bentuk input-output.
5. Keseimbangan: keseimbangan sistem disebut juga kondisi homeostatis, yaitu kemampuan untuk mempertahankan kesetabilan.
6. Kemampuan perubahan dan penyesuaian diri: sebuah praradoks dari sistem adalah bahwa untuk bertahan, sebuah sistem harus mempertahankan keseimbangan serta berubah dan memiliki daya adaptasi terhadap dinamika lingkungan.
7. Equifinality: tujuan sebuah sistem selalu bersifat ekuifinalitas, artinya sesuai keadaan final tertentu bisa dicapai dengan berbagai cara dan dari titik bertingkat yang berbeda-beda sesuai dengan beragamnya kondisi lingkungan.
Kenneth Boulding mengemukakan klasifikasi tingkat-tingkat sistem, sebagai berikut:
1. Struktur statik – yang merupakan tingkat rangka dasar, anatomi suatu sistem.
2. Sistem dinamik sederhana – tingkat mesin jam, dengan gerak-gerak tertentu.
3. Sistem sibernetik – tingkat termostat, sistem bekerja untuk menjaga keseimbangan melalui proses pengendalian diri.
4. Sistem terbuka – tingkat pemeliharaan diri yang berkembang dan meliputi organisme yang hidup.
5. Sistem genetik sosial – tingkat masyarakat sel, yang di tandai dengan pembagian kerja.
6. Sistem hewani – tingkat mobilitas yang ditunjukkan dengan adanya perilaku yang diarahkan pada tujuan.
7. Sistem manusiawi – tingkat dengan simbol komunikasi dan interpretasi.
8. Sistem sosial – tingkat organisasi manusia.
9. Sistem transendental – tingkat terakhir dan absolut, merupakan struktur yang sistematik tetapi tidak dapat diketahui hakekatnya.
Premis dan klasifikasi menurut Bertalanffy dan Boulding memandang organisasi sebagai sistem umum merupakan satu kesatuan sebuah organisasi yang memiliki hirarki tersusun secara dinamik, seimbang, bersifat terbuka dengan tujuan yang bersifat absolut. Sistem umu mencakup konsep-konsep organisasi formal dan teknis, filosofis dan sosiologis. Analisis sistem organisasi meliputi struktur organisasi, desain pekerjaan, akuntansi, sistem informasi, dan mekanisme perencanaan serta pengawasan.
C. Pendekatan-pendekatan manajemen
Kajian teori-teori organisasi menjadi dasar munculnya pendekatan-pendekatan manajemen yang berbeda, pemahaman akan teori organisasi dapat memungkinkan bagi kita untuk dapat lebih baik mempelajari bidang ilmu manajemen dan perilaku organisasi. Berikut pendekatan-pendekatan manajemen, yakni pendekatan proses, perilaku, kuantitatif, sistem, dan contigency (situasional).
Pendekatan Proses
Pendekatan proses dalam manajemen juga disebut sebagai pendekatan fungsional, opersional, universal, tradisional atau klasik. Gagasan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi fungsi manajemen yang kemudian menetapkan fungsi-fungsi dasar organisasi dan manajemen. Berhubungan dengan pendekatan klasik maka pendekatan ditekankan pada rasionalitas dan efisiensi pekerjaan. Dua teori utama pendekatan klasik; manajemen ilmiah dan teori administrasi umum. Dua kontributor paling penting untuk teori manajemen ilmiah adalah Frederick W.Taylor dan Frank dan Lillian Gilbreth. Sedangkan untuk teori administrasi umum adalah Henri Fayol dan Max Weber.
Para ahli menggunakan pendekatan fungsi manajemen, seperti Fayol mengemukakan lima fungsi manajemen; perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, koordinasi, dan pengawasan. Kemudian para ahli proses mengidentifikasi fungsi manajemen, Luther Gulick misalnya mengatakan fungsi atau proses manajemen (POSDCORB), yakni perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia (staffing), pengarahan (directing), pengkoordinasian (coordinating), pelaporan (reporting), dan pengaggaran (budgeting). Proses manajerial ini terus diteliti dan dikembangkan dalam kajian-kajian literatur dan penelitian. Koonz dan O’Donnell mengatakan prinsip manajemen menggunakan perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan dan pengawasan. Sedang James A. Stoner menggunakan prinsip perencanaan, pengorganisasian, pengarahan (leading), pengawasan. Apa yang digunakan Stoner juga digunakan dalam literatur kekinian seperti Richard L. Daft, Stephan P. Robbins dan Marry K. Coulter yakni; perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controling). Pada akhirnya para teoritisi proses merumuskan prinsip-prinsip manajemen (administrasi) secara universal.
Pendekatan Perilaku
Sama-sama kita ketahui bahwa, manajer menyelesaikan sesuatu pekerjaan dengan bantuan orang lain. Sebab inilah para ahli menjelaskan mengapa memilih untuk melihat manajemen dengan berfokus pada orang-orang dialam organisasi. Bidang yang berbicara tentang tindakan (perilaku) orang di tempat kerja disebut perilaku organisasi (OB). Banyak manajer apa yang hari ini ketika mengelola orang; memotivasi, memimpin, membangun kepercayaan, bekerja dengan tim, mengelola konflik, dan sebagainya, tetapi telah keluar dari bidang perilaku organisasi (OB).
Owen, Munsterberg, Follett dan Chester Barnard, menggambarkan perilaku sebagai berikut:
Dalam gambar tersebut Owen mengatakan prihatin atas kondisi kerja yang sangat buruk, Usulan tempat kerjaideal, Menyatakan bahwa uang yang dihabiskan untuk meningkatkan tenaga kerja adalah investasi cerdas. Munsterberg sebagai Pelopor dalam bidang studi psikologi industri – sebagai salah satu bidang ilmiah tentang bagaimana orang bekerja di tempat kerja, Disarankan menggunakan tes psikologi untuk seleksi karyawan, konsep teori belajar untuk pelatihan karyawan, dan studi perilaku manusia untuk motivasi karyawan. Follet menyarankan untuk melihat organisasi dari perspektif perilaku individu dan kelompok, mengusulkan ide-ide yang berorientasi pada manusia (pengikut) dari pada manajemen ilmiah, pemikiran organisasi harus didasarkan pada etika kelompok. Dan Bernard mengatakan seorang manajer yang berpikir aktual melihat organisasi sebagai sistemsosial yang membutuhkan kerjasama, manajer meyakini bahwa berkomunikasi dengan pekerjaan dapat meningkatkan usaha (kerja) karyawan, dan menyatakan bahwa organisasi adalah sistem terbuka.
Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif berevolusi dari solusi matematika dan statistik, pertama kali digunakan untuk masalah militer selama Perang DuniaII. Setelahperang usaiteknik kuantitatif banyak digunakan untuk masalah bisnis. Misalnya Ford Motor Company pada pertengahan 1940-an mulai menggunakan metode statistik dan model kuantitatif untuk memperbaiki pengambilan keputusan.
Teknik kuantitatif sering digunakan dalam Total quality management(TQM), manajemen kualitas total adalah suatu filosofi manajemen yang ditujukan untuk perbaikan berkelanjutan dan menanggapi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pelanggan disini mencakup siapa saja yang berinteraksi dengan produk atau jasa organisasi secara internal maupun eksternal. Ini meliputi karyawan dan pemasok serta orang-orang yang membeli barang atau jasa organisasi. Perbaikan terus menerus tidak mungkin dapat dilakukan tanpa pengukuran yang akurat, pengukuran membutuhkan teknik statistik yang dapat mengukur setiap variabel penting dalam proses kerja organisasi.
Manajemen kualitas total mencakup:
1. Intens fokus pada pelanggan, baik pelanggan dari luar yang membeli produk atau jasa organisasi dan pelanggan internal yang berinteraksi dan melayani dalam organisasi.
2. Kepedulian untuk perbaikan terus-menerus, manajemen mutu berkomitmen untuk tidak pernah puas, sehingga kualitas selalu dapat ditingkatkan.
3. Fokus pada proses, manajemen mutu berfokus pada proses kerja dengan meningkatkan kualitas barang dan layanan.
4. Perbaikan menyeluruh dari kualitas organisasi, hal ini berkaitan dengan produk akhir, bagaimana organisasi menangani pengiriman, seberapa cepat merespon untuk keluhan, bagaimana menjawab panggilan dengan sopan, dan lainnya
5. Pengukuran yang akurat, manajemen mutu menggunakan teknik statistik untuk mengukur setiap variabel penting dalam operasi organisasi. Membandingkan standar dengan identifikasi masalah, melacak sampai ke akar masalah, dan menghilangkan penyebab masalah.
6. Pemberdayaan karyawan. manajemen mutu melibatkan semua orang dalamproses perbaikan, menggunakan tim dalam program manajemen kualitas sebagai kendaraan pemberdayaan untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Pendekatan Sistem
Berbagai pendekatan digunakan manajer dalam pengelolaan organisasi, Pada tahun 1938 Chester Barnard, seorang eksekutif perusahaan telepon, mengatakan bahwa suatu organisasi berfungsi sebagai sistem korporasi. Suatu sistem adalah seperangkat bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung diatur dengan cara yang menghasilkan suatu kesatuan yang utuh. Sistem terdiri dari dua tipe dasar yaitu sistem tertutup dan terbuka. Sistem tertutup tidak dipengaruhi oleh lingkungannya dan tidak berinteraksi dengan lingkungannya. Sebaliknya, sistem terbuka dipengaruhi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Para peneliti membayangkan suatu organisasi sebagai terdiri dari faktor-faktor yang saling ketergantungan, termasuk individu, kelompok, sikap, motif, struktur formal, interaksi, tujuan, status, dan otoritas. Bila semua ini saling berhubungan dengan baik, maka mereka memastikan bahwa semua bagian ini bekerja sama sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Selain itu, pendekatan sistem menunjukkan bahwa keputusan dan tindakan dalam satu daerah organisasi akan mempengaruhi daerah lain. Pendekatan sistem mengakui bahwa organisasi tidak mandiri, mereka saling ketergantungan dengan lingkungan mereka, baik sebagai sumber input (masukan) yang penting dan sebagai outlet untuk menyerap output mereka. Tidak ada organisasi dapat bertahan lama jika mengabaikan regulasi pemerintah, hubungan dengan pemasok, atau ketergantungan pada konstituen eksternal yang variatif.
Organisasi dengan sistem terbuka, tergambar sebagai berikut:
Pendekatan Kontigensi
Pendekatan kontingensi sebagai perpanjangan dari perspektif humanistik di mana untuk sukses menyelesaikan masalah organisasi, diperkirakan bergantung pada bagaimana manajer mampu mengidentifikasi variabel kunci dalam situasi yang dihadapi. Pendekatan kontingensi beranggapan bahwa respon seorang manajer tergantung pada kemampuan mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan penting dalam situasi organisasi. Tugas manajemen untuk mencari situasi-situasi penting, sehingga manajemen mengenali pola dan karakteristik penting dari organisasi, sehingga pada akhirnya mampu membuat solusi dari karakteristik situasi tersebut.
Penting bagi manajer untuk memahami kontinjensi organisasi termasuk industri, teknologi, lingkungan, dan budaya internasional. Praktek manajemen di organisasi mengalami perubahan yang begitu cepat, sehingga situasi satu organisasi akan berbeda dengan organisasi lain, atau situasi yang stabil akan berbeda dengan organisasi dengan kontigensi yang tidak stabil.
D. Siklus Organisasi
Cara berpikir tentang pertumbuhan organisasi dan perubahan adalah konsepsiklus kehidupan organisasi, yang menunjukkan bahwa organisasi diawali lahir, tumbuh dewasa, dan akhirnya mati.
Empat tahap siklus organisasi (Life Cycle) organisasi:
1. Tahap enterprener (Entrepreneurial stage). Ketika sebuah organisasi lahir, penekanannya adalah pada penciptaan produk atau jasa dan bertahan di pasar. Krisis: Need for kepemimpinan. Sebagai organisasi mulai tumbuh, semakin besar jumlah karyawan menyebabkan masalah.
2. Tahap kolektivitas (Collectivity stage). Jika krisis kepemimpinan teratasi, kepemimpinan yang kuat diperoleh dan organisasi mulai mengembangkan tujuan dan arah yang jelas. Departemen yang didirikan bersama dengan hirarki kewenangan, tugas pekerjaan, dan pembagian awal kerja. Krisis: Need for delegation. Jika manajemen baru telah berhasil, karyawan tingkat rendah secara bertahap mulai dibatasi kewenangannya.
3. Tahap formalisasi (Formalization stage). Tahap formalisasi melibatkan instalasi dan penggunaan aturan, prosedur, dan sistem kontrol. Komunikasi kurang sering dan lebih formal. Krisis: Terlalu banyak birokrasi.
4. Elaborasi tahap (Elaboration stage). Solusi untuk krisis birokrasi adalah melakukan kolaborasi dan kerja sama tim. Seluruh organisasi, manajer mengembangkan keterampilan untuk menghadapi masalah dan bekerja sama. Krisis: Need for revitalisasi.
Komentar
Posting Komentar