Langsung ke konten utama

PERSPEKTIF HUMAN CAPITAL SEBAGAI PILIHAN PERUBAHAN



PERSPEKTIF HUMAN CAPITAL SEBAGAI PILIHAN PERUBAHAN
Oleh Tontowi Jauhari

A.   Pendahuluan
Pergeseran paradigma tentang modal dasar sebuah organisasi pada dekade saat ini mengalami lompatan yang begitu berarti, organisasi maju tidak lagi menjadikan industri ekonomi sebagai modal dasar organisasi, bukan pula modal financial, modal tanah, atau modal fisik. Bahkan kekuatan ekonomi dunia tidak terlepas dari prediksi perubahan akan munculnya kekuatan ekonomi baru yang dinamai brain power bukan lagimachine power, yang dikenal dengan era knowledge.
Meski demikian masih banyak organisasi yang tetap menikmati asset berwujud (tangible) dan merasa tetap besar dan memenangkan persaingan, meskipun kebanggaan terhadap asset tangible saat ini telah di tinggalkan oleh banyak organisasi maju dan kompetitif. Kebanggaan ini terlihat dari memperbaiki gedung, memperindah taman, menambah modal financial, menekan biaya R & D, memperluas tanah dan pabrik, serta banyak lagi asset tangible yang diperbesar.
Sebagai contoh perusahaan yang meninggalkan asset tangible, seperti; perusahaan AFS yang meruapakan Anak perusahaan Skandia yang bergerak di bidang asuransi dan jasa keuangan pada tahun 1990an hampir dilikuidasi tetapi atas peran wakil presiden LeifEdvinsson, yang membuat blok bangunan modal intelektual dengan cara; merekrut karyawan berbakat, melakukan pengembangan dan membuat strategi bisnis jangka panjang, meningkatkan basis pelanggan, menekankan proses pekerjaan, dan menerapkan IT secara luas. Setalah bangunan model diterapkan ternyata benar dua tahun kemudian AFS mampu menguntungkan dan berkembang. Atau pada Tahun 2007 sebuah industri raksasa di Israel bernama Tnuva (mengkhususkan diri dalam produk susu), di akuisisi oleh oleh Apax (perusahaan ekuitas internasional) perusahaan ini mengakui pentingnya manajemen pengetahuan (KM) dan modal intelektual (IC).[1]
Era asset tangible telah berakhir, penumpukan modal financial, penambahan lahan produksi, sudah ditinggalkan. Tantangan dan era baru modal intelektual, human capital, asset non-tangible telah menggantikan era lama, organisasi/perusahaan melakukan reengenering proses pengelolaan modal intelektual, mendorong kapasitas inovasi, membangun pola-pola baru, dan perhatian pada asset pengetahuan yang tidak kelihatan intangible dari para anggotanya dan jaringan koloborasi serta membangun hubungan organisasi. Karena itu prioritas organisasi maju adalah dengan meningkatkan produktivitas knowledge and service work.[2]
Menghadapi persoalan tersebut berarti juga terjadi pergeseran dari pengelolaan asset tangible menuju asset intangible, yakni pengelolaan terhadap human resource.Pada dekade ini pengelolaan terhadap sumber daya manusia juga terjadi pergeseran paradigma, sehingga diperlukan transformasi dan strategik pengelolaan sumber daya manusia yang memungkinkan peningkatan keuntungan perusahaan, kesejahteraan, dan kepuasan stakeholders (pemangku kepentingan).Persepektif Human Capital sebagai perspektif baru pengelolaan SDM dianggap mampu memberikan jawaban terhadap tantangan perubahan organisasi.
Perubahan perspektif merupakan tantangan dan sebagai era baru modal intelektual, human capital, asset intangible telah menggantikan persepktif lama dalam pengelolaan manusia. Organisasi/perusahaan melakukan reengenering proses pengelolaan modal intelektual, mendorong kapasitas inovasi, membangun pola-pola baru, dan perhatian pada asset pengetahuan yang tidak kelihatan (intangible) dari para anggotanya dan jaringan koloborasi serta membangun hubungan organisasi. Karena itu prioritas organisasi maju atau organisasi yang berubah adalah dengan meningkatkan nilai Human Capital.
Human Capital dan Manajemen Perubahan
Konsep modal manusia berkaitan dengan nilai tambah orang bagi organisasi. Chatzkel mengatakan bahwa sumber daya manusiamerupakan pembeda antar organisasi dan dasar sebenarnya adalah untuk keunggulan kompetitif. Teori human capital, seperti yang dinyatakan oleh Ehrenberg dan Smith, untuk mengkonseptualisasikan pekerja sebagai perwujudan seperangkat keterampilan yang dapat "disewakan/ada nilai jual" kepada majikan. Pengetahuan dan keterampilan pekerja berasal dari pendidikan dan pelatihan, termasuk pelatihan yang membawa pengalaman yang menghasilkan nilai produktif.[3]
Stewart mendefinisikan modal intelektual sebagai bahan baku intelektual seperi pengetahuan, informasi, property intelektual, pengalaman, yang secara bersama-sama digunakan untuk menciptakan kesejahteraan dalam perusahaan. Modal intelektual (IC) adalah aset dasar dari pengetahuan organisasi, dalam memastikan keberhasilan dan pertumbuhan berkelanjutan.[4]Jamaludin Ancok mendifinisikan modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukaan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan.[5]
Modal intelektual sebagai potensi paling dasar bagi organisasi untuk membaca peluang dan ancaman dalam memastikan keberhasilan dan pertumbuhan berkelanjutan. Modal intelektual biasanya dipakai dalam pengertian modal manusia (human capital) yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan kapabilitas yang memungkinkan seseorang bertindak dengan cara baru. Atau menurut Baron & Armstronghuman capital atau intellectual capital memiliki unsur-unsur: pertama, modal manusia; pengetahuan, keterampilan, kemampuandan kapasitasuntuk mengembangkan danberinovasidimilikioleh orang-orangdalam suatu organisasi.Kedua, modal sosial;struktur, jaringandan proseduryang memungkinkanorang-oranguntuk memperolehdan mengembangkanmodal intelektual.Ketiga, modal organisasi; pengetahuandilembagakan yangdimilikioleh organisasiyangdisimpan dalamdatabase, manual, dan lain-lain.[6]
Human capital (modal intelektual) tentunya perlu di kelola sehingga organisasi benar-benar dapat menggunakan asset yang berharga tersebut.Human capital management berkaitan dengan mendapatkan, menganalisis, dan melaporkan nilai tambah dari modal intelektual, serta pengelolaan human capital dengan menganggapmereka sebagaiasset danmenekankanbahwa keunggulan kompetitifdicapai denganinvestasi strategis dalamassetmelaluiketerlibatan karyawan,manajemen bakat, pembelajaran danpengembanganprogram.[7]Pengelolaan modal manusia mencakup akumulasi pengetahuan, keterampilan, pengalaman, kreativitas dan atribut lain yang relevan dengan modal manusia. Atribut-atribut yang melekat pada modal manusia (modal intelektual) sebagai sumber nilai organisasi ini, sehingga perlu pengelolaan oleh organisasi (HCM).
Konsep dari HCM mengambarkan individu menghasilkan, menyimpan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan sebagai modal intelektual, kemudian pengetahuan individu mereka satu sama lain diinteraksikan, dan mengahsilkan pengetahuan terlembagakan yang dimiliki oleh organisasi.Elemen manusia (individu) ini menurut Bontis adalah mereka yang mampu belajar, berubah, berinovasi dan memberikan dorongan kreatif yang jika benar termotivasi dapat menjamin kelangsungan hidup jangka panjang organisasi.
Modal intelektual dapat diklasifikasikan menjadi: modal manusia (human capital), modal struktural (structural capital), dan modal relasional (relational capital).[8]Djamaludin Ancok melihat ketiganya sebagai modal organisasi yang disebutnya sebagai pendukung inovasi, yaitu: modal manusia (human capital), modal struktural (structural capital), dan modal kepemimpinan (leadership capital). Dan menurut Ancokmodal manusia yang mampu menghasilkan nilai berupa: modal intelektual, modal emosional, modal sosial, modal moral dan modal kesehatan.[9]
Modal manusia adalah pengetahuan individual yang tak terlihat dari para anggota yang dimiliki organisasi,human capital sebagai kombinasi dari pendidikan (education), warisan genetik (genetic inheritance), pengalaman dan sikap (experience and attitudes) terhadap hidup dan pekerjaan. Modal structural Pengetahuan tak terlihat yang merangkul organisasi (tacit knowledge), mengenal keberagaman yang sangat besar dari pemenuhan hubungan untuk mengelola perusahaan dalam sebuah cara yang terkoordinasi. Tanpa ini, intellectual capital hanya merupakan human capital.Sedangkan modal relasional merupakan Pengetahuan yang komprehensif dalam bidang pemasaran (marketing) dan hubungan dengan pelanggan (customer relations), mencakup pengembangan pengetahuan mengenai pelanggan, pemasok atau yang berkaitan dengan pemerintah.
Modal manusia sebagai sumber inovasi organisasi, mencakup modal intelektual yang sangat besar peranannya di dalam menambah nilai suatu kegiatan.Berbagai perusahaan yang unggul dan meraih banyak keuntungan adalah perusahaan yang terus menerus mengembangkan sumberdaya manusianya.[10] Modal emosional (Emotional Intelligence) menggambarkan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengelola emosi diri sendiri, serta memahami emosi orang lain agar dia dapat mengambil tindakan yang sesuai dalam berinteraksi dengan orang lain. Modal sosial merupakan kemampuan membangun jaringan sosial, Semakin luas pergaulan seseorang dan semakin luas jaringan hubungan sosial (social networking) semakin tinggi nilai seseorang. Modal ketabahan Paul G. Stoltz  mengatakan Ketabahan adalah modal untuk sukses dalam kehidupan, apakah itu kehidupan pribadi ataukah kehidupan sebuah organsanisasi.
Modal moral sebagai perilaku sesuai dengan kaidah etik perusahaan memeliki berbagai perangkat pendukung etik, yang salah satunya adalah manusia yang memiliki moral yang mengharamkan perilaku yang melanggar etik.Dan modal kesehatan adalah badan atau raga adalah wadah untuk mendukung manifestasi semua modal di atas. Badan yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak muncul dengan maksimal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia agar dia bisa bekerja dan berfikir secara produktif.
Modal Intelektual (human capital) perlu di jaga dan dilindungi, upaya ini tidak terlepas dari pro dan kontra, apakah mau menjaga dan melakukan perubahan atau resisten terhadap perubahan.Manajemen perubahan menurut Portts dan LaMarsh adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses tersebut.[11]Atau upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi, perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun luar organisasi.
Manajemen perubahan sebagai suatu proses mengelola penolakan (resisten) akibat dampak dari perubahan, sehingga diperoleh solusi yang diperlukan organisasi dengan metode pengelolaan dampak perubahan pada orang yang terlibat.Perubahan merupan fenomena yang terjadi di setiap organisasi dengan tingkat kecepatan dan besaran perubahan yang beragam, perubahan dapat muncul dengan berbagai wujud, ukuran dan bentuk sehingga sulit mendapatkan akurasi pengelolaan perubahan.
Manajemen perubahan dapat didekati dengan dua pendekatan, yaitu perubahan terencana (planned change) dan perubahan darurat (emergent change).Robbins mengatakan perubahan terencana adalah upaya-upaya peruabahan yang bersiafat proaktif dan secara sengaja dilakukan organisasi.Sedangkan perubahan tidak terencana adalah jenis perubahan yang tidak dapat diantisipasi oleh organisasi. Bullock dan Batten[12]mengatakan perubahan terencana dilakukan dalam empat fase tindakan:
1.    Fase eksplorasi (explolation phase), tahap ini organisasi menggali dan memutuskan apakah ingin melakukan perubahan spesifik dalam operasi, jika ia perlu komitmen sumber daya untuk merencanakan perubahan.
2.    Fase perencanaan (planning fase), fase menyangkut pemahaman masalah dan kepentingan organisasi.
3.    Fase tindakan (action fase), fase ini mengimplementasikan perubahan yang ditarik dari perencanaan dengan proses menggerakkan organisasi dari keadaan sekarang (current state) ke keadaan yang akan datang (future state).
4.    Fase integrasi (integration fase), fase berkaitan dengan konsolidasi dan stabilisasi perubahan.
Perubahan tidak terencana diarahkan pada lima gambaran organisasi yang dapat mengembangkan dan menghalangi keberhasilan perubahan, yaitu:
1.    Struktur organisasi (organizational structure), perubahan struktur dengan banyak delegasi dan hirarki datar.
2.    Budaya organisasi (organizational culture), upaya untuk mempengaruhi perubahan dalam organisasi dengan mengubah budayanya.
3.    Organisasi pembelajaran (organizational learning), pembelajaran dalam menyiapkan orang untuk bersedia melakukan perubahan, atau membiarkan mereka menghalangi perubahan.
4.    Perilaku manajerial (managerial behaviour), memerlukan perubahan radikal dalam perilaku manajer, manajer menjadi pemimpin, fasilitator dan pelatih.
5.    Kekuatan dan politik (power and politics), pentingnya mendapatkan dukungan dari manajer senior, manajer local, serikat pekerja, dan pekerja.
Merubah paradigma dari orientasi asset tangible ke asset intangible memerlukan kemampuan pengelolaan perubahan, sehingga apa yang di hawatirkan oleh resistensi tidak menjadi penghalang perubahan, Untuk itu diperlukan model-model pengelolaan perubahan.

Resistensi Perubahan Terhadap Asset Human Capital
Adanya rasa nyaman dengan kondisi yang ada mendorong munculnya penolakan atas perubahan, meskipun ada alasan-alasan lain seperti mempertahankan status quo, arah perubahan yang belum di pahami atau persoalan-persoalan lainnya.Penolakan perubahan (resistance to chang) tidak selalu berkonotasi negatif, karena adanya penolakan menjadi sebab pelaku perubahan lebih berhati-hati.
Perubahan terhadap asset integibel menjadi asset penting dalam organisasi, tentunya akan mengusik kenyamanan mereka dengan asset tangibelnya. Sebagai contoh mereka yang nyaman dengan perubahan-perubahan yang bersifat fisik akan merasa terusik bila alokasi financial dialihkan guna investasi dalam R & D, mereka akan merasa terusik ketika program kegiatan berorientasi pada pembangunan gedung di alihkan pada peningkatan kegiatan akademis dan pelayanan pelanggan (mahasiswa).
Modal intelektual sebagai asset yang dapat memenangkan persaingan jangka panjang, dapat memanfaatkan peluang dan antisipasi terhadap ancaman organisasi, karena sifatnya yang non fisik atau tak berwujud dalam realisasinya tentu akan banyak mendapati resistensi. Penolakan dapat dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi, penolakan dapat berbentuk eksplisit maupun implicit seperti; protes, mogok, demonstrasi, loyalitas berkurang, motivasi kerja menurun, absensi meningkat, dan lainnya.
Resistensi individual dapat timbul karena kebiasaan, rasa aman, factor ekonomi, takut atas ketidak pastian, dan persepsi. Resistensi individual, kelompok atau organisasi di karena; inersia structural, focus perubahan berdampak luas, inersia kelompok kerja, ancaman terhadap keahlian, ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah ada, hubungan terhadap alokasi sumber daya.
Mengatasi penolakan individu maupun kelompok, Coch dan French Jr, mengusulkan enam taktik:
1.    Pendidikan dan komunikasi, yaitu memberikan penjelasan tentang latar belakang, tujuan, akibat dari diadakan perubahan.
2.    Partisipasi, ajak semua berperan serta mengambil keputusan, pimpinan hanya sebagai fasilitator dan motivator.
3.    Memberikan kemudahan dan dukungan.
4.    Negosiasi dengan pihak-pihak yang resisten terhadap perubahan.
5.    Manipulasi dan kooptasi, yakni menutupi kondisi yang sesungguhnya dengan yang lebih menarik, menyebarkan rumor dan lainnya.
6.    Paksaan, berikan ancaman dan jatuhkan hukuman terhadap yang resisten.
Penolakan-penolakan tersebut dapatdi dekati dengan manajemen perubahan, yang di kemukakan Kurt Lewin[13], yaitu:
1.    Tahap Unfreezing, tahap pencairan kebekuan status quo dengan mengidentifikasi kebutuhan perubahan.
2.    Tahap changing atau movement atau cognitive restructuring, tahap pembelajaran dimana orang diberi informasi baru, model perilaku baru, cara baru dalam memandang sesuatu, atau gerak menuju perubahan dengan menciptkan kendali baru.
3.    Tahap Refreezing, pembekuan kembali dengan mengembangkan, menciptakan, dan memelihara perubahan.
Model Lewin ini dapat dilihat sebagaimana gambar di bawah ini;


Bacaan:
Angela Baron & Michael Armstrong, Human Capital Management, Kagon Page London and Philadelphia, 2007
Edna Pasher & Tuvya Ronen, The Complete Guide to Knowledge Management, Published by John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey, 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Modal_intelektual
Jon Ingham, strategic human capital management, creating value through people, Published by Elsevier Linacre House, Jordan Hill, Oxford
Michael Armstrong, A Handbook of Human Resource Management Practice, published by Kogan Page Limited United Kingdom, 2012
Wibowo, Kenowledge Management, Bahan Ajar, Jakarta, 2012
Wibowo, Manajemen Perubahan, Jakarta, PT Raja Grafindo, 2012



[1]Edna Pasher dan Tuvya Ronen, Knowledge Management, 2011,  hal. 16 – 18.
[2]Wibowo, Manajemen Perubahan, Bahan Ajar, Jakarta, 2012
[3]Angela Baron & Michael Armstrong, Human Capital Management, Kagon Page London and Philadelphia, 2007, hal. 5.
[4]Edna Pasher dan Tuvya Ronen, Knowledge Management, 2011,  hal. 15.
[6]Angela Baron & Michael Armstrong, Human Capital Management, Kagon Page London and Philadelphia, 2007, hal. 6.
[7]Michael Armstrong, A Handbook of Human Resource Management Practice, published by Kogan Page Limited United Kingdom, 2012, hal. 29.
[8]http://id.wikipedia.org/wiki/Modal_intelektual
[11]Wibowo, Manajemen Perubahan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hal. 241.
[12]Wibowo, Manajemen Perubahan, Bahan Ajar, Jakarta, 2012
[13]Wibowo, Manajemen Perubahan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hal. 199.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orientasi Nilai

Akaah dan Lund mengatakan Nilai harus dibedakan dari konsep-konsep yang lain seperti, pendapat dan sikap. Nilai lebih umum dan kurang terikat secara spesifik untuk setiap objek yang bertentangan dengan banyak pendapat dan sikap, karena itu nilai bisa mendasari berbagai pendapat dan sikap. Nilai adalah standar yang membantu seorang individu merasionalisasi sikap dan tindakan secara pribadi dan sosial yang dapat diterima. [1] Karena nilai-nilai memiliki faktor sosial, memungkinkan seorang individu mengalami rasa bersalah ketika mereka berperilaku tidak sesuai dengan harapan sosial yang mereka anut. Nilai dapat digunakan untuk merasionalisasi perasaan pribadi, moralitas dan kompetensi, untuk mempertahankan dan meningkatkan harga diri, meskipun nilai-nilai ini dipertahankan dengan perilaku yang tidak pantas. Konsep nilai banyak digunakan dalam penelitian guna membandingkan perilaku lintas budaya. Rokeach mengatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang dianggap lebih secara pribadi atau sosi...

Negosiasi dan Perundingan Kolektif

Istilah negosiasi menggambarkan proses diskusi dari dua pihak atau lebih untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Tujuan harus dibuat win-win situation, artinya sama-sama tidak ada yang dirugikan atau sama-sama menguntungkan bagi pihak yang terkait. Proses ini akan cukup sulit apabila terjadi diantara orang-orang dengan latar belakang yang sama, bahkan akan sangat komplek dalam negosiasi internasional karena perbedaan nilai budaya, gaya hidup, harapan, verbal dan non-verbal language, pendekatan terhadap prosedur formal, dan tehnik  pemecahan masalah.  Kompleksitas akan meninggi ketika negosiasi lintas batas karena adanya banyak pihak yang terkait. Pengimplementasian strategi tergantung pada kemampuan manager untuk bernegosiasi secara produktif, artinya keterampilan akan sangat dipertimbangkan sebagai satu hal yang sangat penting bagi yang melakukan perundingan. Dalam arena global, perbedaan budaya menyebabkan kesulitan dalam proses negosiasi. Perbeda...

MANAJEMEN ORGANISASI

STUDI ORGANISASI   A. Pengertian Organisasi          Organisasi sebagai suatu entitas tempat beberapa orang berkumpul harus benar-benar dipahami keberadaanya, dengan mengenal dan memahami organisasi memungkinkan tujuan yangdiharapkan dapat tercapai. Organisasi dikatakan oleh Gary N. McLean sebagai situasi dimana dua atau lebih orang yang terlibat dalam mencapai tujuan bersama.          Sukanto Reksohadiprodjo dan Hani Handoko mengatakan organisasi sebagai: (1) Suatu lembaga sosial yang secara sadar dikoordinasikan dan dengan sengaja disusun; (2) terdiri dari sekumpulan orang dengan berbagai pola interaksi yang ditetapkan; (3) mempunyai batasan-batasan yang secara relatif dapat diidentifikasikan dan keberadaanya mempunyai basis yang relatif permanen; (4) dan dikembangkan untuk mencapi tujuan-tujuan tertentu.        Gibson, Ivancevich, Donnelly, dan Konopaske mengataka...