Langsung ke konten utama

Konsep Motivasi





Motivasi sesungguhnya sebagai sumber inspirasi, mengingat motivasi yang bersumber dari dalam diri, yakni dalam bentuk inspirasi diri. Proses inspirasi ini dipelihara sehingga menjadi penggerak bagi seseorang untuk tujuan mereka. Bahkan Murray mengatakan bahwa "motivasi adalah inti dari bisnis dan motivasi selalu mengacu pada sesuatu dalam organisme”.[1] Motivasi begitu penting selain sebagai sumber inspirasi bagi setiap individu, menjadi penggerak individu, dan inti dari setiap individu dalam mencapai tujuan dan bisnisnya.
A.  Pengertian Motivasi
Motivasi kata yang sering kita dengar tetapi tidak mudah untuk membuat kesepakatan dalam mendefinisikan motivasi, lebih dari seratus definisi tentang motivasi yang berbeda, diantaranya, DwightD. Eisenhower mengatakan motivasi adalah seni membuat orang melakukan apa yang ingin mereka lakukan, karena mereka ingin melakukannya.[2]Motivasi juga didefinisikan sebagai kekuatan di dalam diri seseorang yang mempengaruhi arah perilaku, intensitas, dan ketekunan secara sukarela.[3] Golembiewski mengatakan motivasi dimaksudkan sejauh mana seseorang digerakkan atau dibangkitkan untuk mengeluarkan usaha dalam mencapai suatu tujuan dan Motivasi kerja mengacu pada berapa banyak orang mencoba untuk bekerja keras dan baik dengan gairah, arah, dan ketekunan dalam pengaturan kerja.[4] Luthan mendefinisikan motivasi sebagai faktor internal dan eksternal yang menyebabkan seorang individu terlibat dalam perilaku terkait pencapaian tujuan. Motivasi dapat mempengaruhi intensitas, arah, dan ketekunan seseorang dalam bekerja menuju Intensitas goal.
Motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.[5] Motivasi juga berarti sebagai faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan mengarahkan prilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu.[6] Dalam buku lain juga disebutkan Motivasi adalah  kesediaan  untuk melakukan tingkat usaha yang tinggi guna mencapai sasaran-sasaran organisasi sebagaimana dipersyaratkan oleh kemampuan usaha tersebut untuk memuaskan sejumlah kebutuhan individu.[7] Motivasi juga merupakan salah satu topik yang paling sering diteliti dalam Prilaku Organisasi, juga sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran.[8] Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu potensi pengerak internal dan eksternal dengan intensitas, arah, dan ketekunan dalam diri seseorang secara sukarela sehingga mengarahkan perilaku seseorang tersebut pada pencapaian tujuan.
B. Memahami Kebutuhan Individu
Memahami jenis dan derajat motivasi seseorang juga harus mencoba untuk meningkatkan tingkat motivasi yang ditunjukkan seseorang dalam keberagaman dan dalam banyak haltak terduga. Bila motivasi sebagai bentuk kesediaan segala upaya untuk suatu tujuan organisasi dengan mengkondisikan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan individu. Kebutuhan dapat dimaknai sebagai suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil-hasil tertentu tampak menarik. Gibson dkk mengatakan Kebutuhan adalah kurangnya sesuatu yang bernilai dalam diri individu pada titik waktu tertentu. Kekurangan bisa dalam bentuk; kekurangan fisiologis (misalnya, kebutuhan untuk makanan), psikologis (misalnya, kebutuhan untuk harga diri), atau sosiologis (misalnya, kebutuhan untuk interaksi sosial). Kebutuhan sebagai energi atau pemicu yang memanifestasikan perilaku, dengan implikasinya adalah bahwa ketika kebutuhan (kekurangan) terjadi pada individu, maka individu akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan lebih mudah terhadap upaya motivasi.
Kebutuhan sebagai kekuatan yang diarahkan pada tujuan yang mengerakkan orang. Kebutuhan adalah kekuatan motivasi emosi yang disalurkan menuju tujuan tertentu untuk memperbaiki kekurangan atau ketidak seimbangan.[9] Kebutuhan merupakan salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) bagi setiap individu untuk berusaha. Seseorang (manusia) bekerja pada dasarnya diarahkan pada pemenuhan kebutuhan untuk mencapai tujuan, demikian juga kebutuhan manusia sehari-hari selama hidupnya menjadi faktor penggerak untuk mencapainya.
Pemenuhan kebutuhan seseorang menjadi faktor penggerak (drive) menghasilkan emosi, dan dasar kebutuhan pengalaman emosional yang disalurkan menuju tujuan yang diinginkan untuk mengatasi sumber emosi. Drive sebagai kebutuhan karakteristik bawaan yang mengarahkan pada kekurangan atau mempertahankan keseimbangan internal dengan menghasilkan emosi yang memberi energi bagi individu, drive sebagai penggerak utama perilaku karena drive menghasilkan emosi, yang menempatkan seseorang dalam kondisi siap untuk bertindak atas lingkungan mereka, karena itu drive memainkan peran sentral dalam motivasi.
Dengan demikian dapat dimaknai seseorang yang termotivasi sesungguhnya dalam keadaan tegang, untuk mengembalikan dalam kondisi normal, seseorang harus mengeluarkan upaya. Semakin tegang seseorang akan semakin tinggi upayanya, jika upaya yang dilakukan berhasil maka upaya itu menghantarkan pada pemenuhan kebutuhan, bersamaan dengan pemenuhan kebutuhan ketegangan akan menurun. Perlu diingat semua orang memiliki drive yang sama, tetapi mereka tidak memiliki emosi yang sama, seperti dalam merasakan kesepian, rasa ingin tahu, atau kemarahan, juga kebutuhan dalam situasi yang sama akan berbeda.
Konsep diri (kepribadian dan nilai-nilai), norma sosial, dan pengalaman masa lalu dapat memperkuat gerakan atau menekan emosi, sehingga dapat memberikan kekuatan dan menurunkan kebutuhan. Misalnya mereka yang biasanya sangat ramah memiliki pengalaman kebutuhan yang kuat untuk berinteraksi sosial, sedangkan orang-orang yang beranggapan kurang bersosialisasiakan mengalami kebutuhan yang kurang intens untuk bersosialisasi selama waktu itu. Kedua drive tersebut sesungguhnya dapat dipelajari sehingga akan mandapatkan konsep diri yang lebih kuat dan memperbaiki kebutuhan interaksi sosial, prestasi, dan sebagainya.
Konsep diri, norma-norma sosial, dan pengalaman masa lalu yang mampu memberi warna pada emosi akan menghasilkan kekuatan (drive) yang membanagun. Secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut:

Bangunan diatas berkenaan dengan konsep diri, norma-norma sosial, dan pengalaman masa lalu, yang berkontribusi pada kekuatan drive (kebutuhan primer) dan emosi dalam pemenuhan kebutuhan (sekunder), dan pengambilan keputusan dan perilaku. Atau siklus kebutuhan seseorang dapat dimulai dari kebutuhan yang tidak terpenuhi, kebutuhan yang tidak terpenuhi menyebabkan ketegangan, karena ketegangan memecu proses mencari cara untuk mengurangi penyebab ketegangan, proses pencarian ini memunculkan sebuah tindakan yang dipilih, dan perilaku yang diarahkan pada pencapaian tujuan, kemudian tindakan dan perilaku akan di evaluasi untuk mendapatkan hasil berupa imbalan atau hukuman, hasil tersebut dinilai apakah dapat mengurangi akan rasa kebutuhan atau belum, hasil penilaian akan memicu proses untuk memulai lagi ketegangan pemenuhan kebutuhan, demikian seterusnya.


C. Teori motivasi
Teori-teori motivasi secara umum berbicara tentang motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik berasal dari luar orang dan mencakup hal-hal seperti gaji, bonus, dan manfaat nyata lainnya. Motivasi intrinsik berasal dari seseorang intern keinginan untuk melakukan sesuatu, termotivasi oleh hal-hal seperti kepentingan (interest), tantangan, dan kepuasan pribadi. Individu secara intrinsik termotivasi ketika mereka benar-benar peduli tentang pekerjaan (aktivitas) mereka, mencari cara yang lebih baik untuk melakukannya, dan menggunakan energi secara maksimal. Dengan kebahagian kerja, kepuasan kerja maka imbalan instrinsik didapatkan seseorang.
Banyak teori motivasi yang telah di bangun dalam rangka membangun hubungan antara perilaku dan hasil yang diharapkan, teori motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu teori isi (content theories) dan teori proses (process theories).[10]Teori Isi, teori yang berfokus pada faktor-faktor dalam diri seseorang yang memberi energi, langsung, mempertahankan, dan menghentikan perilaku. Sedangkan teori proses berkaitan dengan bagaimana perilaku yang memberi energi, diarahkan, berkelanjutan, dan berhenti karena faktor eksternal.
Dua klasifikasi teori motivasi dikelompokkan sebagai berikut:
Dasar Teori
Penjelasan Teori
Penemu Teori
Aplikasi Manajerial
Teori Isi
Fokus pada faktor-faktor di dalam diri seseorang yang memberi energi, langsung, mempertahankan dan menghambat perilaku (berhubungan dengan pertanyaan “apa”)
Maslaw: dengan lima hirarki kebutuhan.
Alderfer:tiga level hirarki (ERG ; existence, relatedness, growth).
Harzberg: dua faktor, disebut dengan hygiene motivator.
McClalland: tiga kebutuhan yag diperoleh daribudaya; prestasi, afiliasi, dan kekuasaan.

Manajer harus menyadari perbedaan kebutuhan, keinginan, dan tujuan dari setiap individu dengan keberagaman
Teori
Proses
Mendeskripsikan, menjelaskan, dan menganalisis bagaimana energi dari perilaku, diarahkan, dipertahankan, dan berhenti (berhubungan dengan pertanyaan “bagaimana”)
Vroom: teori harapan.
Adams: teori keadilan.
Skinner: teori penguat.
Locke: penetapan - tujuan

Manajer perlu memahami proses motivasi dan bagaimana membuat pilihan individu berdasarkan preferensi, penghargaan, dan prestasi.




Teori Dini Motivasi
Pada kurun waktu 1950-an berhasil dikembangkan konsep-konsep motivasi. David Mc Gregor adalah seorang psikolog sosial, mengembangkan teori-teori motivasi yang dikenal sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X menyatakan bahwa orang-orang pada dasarnya malas dan harus dipaksa untuk bekerja. Akibatnya, orang harus dipaksa, diarahkan dan diancam. Selain itu, para pekerjaingin diberitahu apa yang harus dilakukan karena mereka tidak memiliki ambisi dan ingin untuk menghindari tanggung jawab. Teori Y adalah kebalikan dari teori X. Teori Y menggambarkan orang yang mau bekerja ketika mereka diberikan alasan yang baik untuk melakukannya. Akibatnya, orang akan menyelesaikan pekerjaannya dan bertanggung jawab. Lebih jauh Mc Gregor tidak melihat teori X dan Y sebagai teori yang eksklusif, hingga Mc Gregor mengkombinasikan keduanya, dia mengerjakan sesuatu yang disebut Teori Z, yang merupakan sintesis dari pemikirannya.[11]
Anggapan-anggapan yang mendasari teori X adalah:
1.  Rata-rata para pekerja itu males, tidak suka bekerja dan akan menghindarinya bila dapat.
2.  Karena pada dasarnya pekerja tidak suka bekerja, maka harus dipaksa, dikendalikan, diperlakukan dengan hukuman, dan diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi.
3.  Rata-rata para pekerja lebih senang dibimbing, berusaha menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi yang kecil, keamanan dirinya diatas segala-galanya.
Anggapan-anggapan teori Y adalah:
1.  Usaha fisik dan mental yang dilakukan manusia dalam bekerja adalah kodrat manusia, sama halnya dengan bermain atau beristirahat.
2.  Rata-rata manusia bersedia belajar, dalam kondisi yang layak. Tidak hanya menerima tetapi mencari tanggung jawab.
3.  Ada kemampuan yang besar dalam kecerdikan, kreativitas dan daya imajinasi untuk memecahkan masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar kepada seluruh karyawan.
4.  Pengendalian eksternal dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi.
5.  Keterikatan pada tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang diterima karena prestasinya dalam pencapaian tujuan itu.
6.  Organisasi seharusnya memberikan kemungkinan orang untuk menwujudkan potensinya, dan tidak hanya digunakan sebagian.[12]
Teori Isi
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Sebuah teori motivasi hierarki kebutuhan diatur dimana orang-orang termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi dari tingkatan yang lebih rendah. Abraham Maslow (1954) seorang ahli psikologi dan perilaku, mengembangkan teori hierarki kebutuhan, yang mendapat perhatian dalam setiap tinjauan literatur motivasi kerja. Lima hierarki kebutuhan Abraham Maslow adalah:
Hierarki kebutuhan yang di kembangkan Abraham Maslow berawal dari pemenuhan kebutuhan dasar, yang tersusun kedalam hierarki:
1.    Fisiologis (psysiological). Kebutuhan akan makanan, udara, air, tempat tinggal, dan sejenisnya.
2.    Keselamatan (safety). Kebutuhan lingkungan yang aman dan stabil, tidak adanya rasa sakit.
3.    Kasih sayang/sosial  (belonging/love). Kebutuhan cinta, kasih ayang, dan interaksi dengan lainnya orang.
4.    Penghargaan (esteem). Kebutuhan harga diri melalui prestasi pribadi maupun sosial, menghargai melalui pengakuan dan rasa hormat dari orang lain.
5.    Aktualisasi diri (self actualization). Kebutuhan untuk pemenuhan diri, realisasi potensi seseorang.
Daftar kebutuhan Maslow merupakan drive (kebutuhan primer) karena menggambarkan sebagai bawaan dan universal. Menurut Maslow, kita dimotivasi secara bersamaan oleh beberapa kebutuhan tetapi sumber terkuat adalah kebutuhan puas terendah pada saat itu. Sebagai orang memenuhi kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi dalam hierarki menjadi motivator primer dan tetap bahkan tidak pernah puas. Kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan awal yang paling penting, dan orang-orang termotivasi untukmemuaskan kebutuhan fisiologi terlebih dahulu. Saat kebutuhan fisiologi terpenuhi maka meningkat pada keinginan untuk keselamatan muncul sebagai motivator terkuat. Kebutuhan keamanan terpuaskan, kebutuhan rasa memiliki menjadi yang paling penting demikian seterusnya, pengecualian untuk proses pemenuhan kebutuhan adalah aktualisasi diri; bila keempat kebutuhan awal menginginkan untuk dapat dipenuhi (kebutuhan kekurangan), maka aktualisasi diri dikenal sebagai kebutuhan pertumbuhan karena akan terus berkembang bahkan ketika terpenuhi.
Salah satu cara dimana teori berguna bagi manajer dalam memperbaiki strategi organisasi guna memenuhi kekurangan kebutuhan. kekurangan ini dapat terjadi di semua tingkat kebutuhan, tetapi kecenderungan terbesar di bidang aktualisasi diri dan harga diri. Kebutuhan ini sering diabaikan dalam struktur penghargaan dari berbagai organisasi.[13] Upaya untuk mengatasi kekurangan-kekurangan akan memiliki dampak yang besar dalam memulai dan mengarahkan perilaku dari pada berfokus pada kebutuhan tingkat yang lebih rendah.
Selain berhadapan dengan keragaman individu dalam pemenuhan kebutuhan, manajer menghadapi masalah kebutuhan, gaya kerja, dan etos kerja yang berbeda antar budaya. Perbedaan ini misalnya menurut Gibson orang Ameri kalebih rajin termotivasi, sementara diluar Amerika malas dan tidak termotivasi. Juga, banyak orang Amerika mencoba untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan rumah tangga,tanggung jawabdan kepentingan. Di Cina, Jepang, India, dan beberapa budaya lain, pekerjaan membawa pada peran yang lebih sentral sebagai individu berusaha untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dari keberhasilan ekonomi dan standar hidup yang lebih nyaman.
Teori Motivasi ERG Alderfer
Clayton Alderfer mengambil konsep teori kebutuhan Maslow dan dimodifikasi dalam beberapa hierarki, hanya konsep hierarki kebutuhan Maslow disederhanakan menjadi tiga hierarki: 
1. Kebutuhan keberadaan (E, Existence), yang terdiri terutama dari fisiologis; makanan, perumahan, udara, air, biaya hidup, dan kondisi kerja. Sama seperti kebutuhan yang diusulkan oleh Maslow.
2. Kebutuhan Berhubungan (R, Relatedness), yang sebagian besar terkait dengan kebutuhan rasa cinta dan harga diri dan pengakuan dari orang lain, atau kebutuhan hubungan sosial dan inter personal yang bermakna.
3.Kebutuhan Pertumbuhan (G, Growth), kebutuhan yang membuat seorang individu berkontribusi kreatif atau produktif, dan sama dengan akan kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
Tiga kebutuhan Alderfer adalah eksistensi (E), hubungan (R), dan pertumbuhan (G), atau ERG, sesuai dengan teori kebutuhan Maslow, bahwa kebutuhan eksistensi mirip dengan kategori fisiologis dan keamanan Maslow; kebutuhan hubungan mirip dengan rasa memiliki, sosial, dan cinta; dan kebutuhan pertumbuhan serupa dengan katagori harga diri dan aktualisasi diri.
Komparasi Kebutuhan Maslow dan Alderfer
Maslow
Aldelfer
Aktualisasi diri (Self-actualization)

Penghargaan (Esteem)

Sosial/Kasih sayang (social/love)
Keamanan (Safety/Security)

Fisiologis (Physiological)
Kebutuhan harus dipenuhi sebelum kebutuhan menjadi motivator.


Pertumbuhan (Growth)
 

Hubungan (Relatedness)


Keberadaan (Existence)

Kebutuhan dipenuhi dapat menyebabkan konsentrasi
kebutuhan tingkat yang lebih tinggi.
Kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi, perhatian dapat terfokus pada kebutuhan tingkat yang lebih rendah

Pendekatan ERG yang dikembangkan oleh Alderfer berangkat dari konsep Maslow dengan hipotesa bahwa pemenuhan kebutuhan tingkat rendah dapat menyebabkan seorang untuk mencari pemenuhan kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga kurangnya pemenuhan kebutuhan tingkat yang lebih tinggi akan menyebabkan seseorang untuk memenuhi lagi kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah, dengan mencari kebutuhan pada tingkat rendah tersebut ke tingkatyang lebih lengkap. Teori ini juga membantu dalam menjelaskan mengapa karyawan yang telah berulang kali membantah peluang promosi dan akan mengatakan kepada bahwa mereka tidak ingin maju. Atau mengatakan saya tidak peduli tentang semua itu; saya hanya berharap gaji saya. Saat demikian hierarki tidak bergerak keatas tetapi juga bergerak kebawah.
Selain berbeda dalam jumlah kategori, antara ERG Teori Alderfer yang berjumlah 3 (tiga) hierarki motivasi dan 5 (lima) hierarki kebutuhan Maslow, juga berbeda tentang bagaimana orang bergerak memenuhi kebutuhan. Maslow mengusulkan bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi pada satu tingkat yang paling penting bagi seseorang, maka kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi (diatasnya) tidak diaktifkan (tidak meningkat), dengan kata lain naik pada tingkat berikutnya (atasnya) apabila kebutuhan tahap yang dianggap penting telah terpuaskan atau terpenuhi. Dengan demikian, seseorang hanya berlangsung sampai hierarki di atasnya bila kebutuhan tingkat bawahnya telah dipenuhi secara efektif. Sebaliknya, Teori ERG Alderfer menunjukkan bahwa selain proses kepuasan perkembangan yang diusulkan Maslow, juga terjadi proses frustrasi regresi (urutan mundur)di tempat kerja. Artinya, jika seseorang terus-menerus frustrasi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, kebutuhan keterkaitan muncul kembali sebagai kekuatan pendorong utama, yang menyebabkan individu untuk mengarahkan segala upaya ke arah mengeksplorasi cara-cara baru untuk memenuhi kebutuhan pada tahap yang sama.
Sebagai contoh Febryne adalah seorang Mahasiswi yang terdaftar sebagai salah satu kandidat ketua senat mahasiswa (SEMA) salah satu perguruan tinggi dia berprestasi, mampu berinteraksi dengan berbagai mahasiswa dari beragam konsentrasi dan bersahabat. Febryne menikmati perkuliahan dan persahabatan yang dia bangun, dia mahasiswa luar biasa, tetapi saat pemilihan ketua SEMA yang merupakan posisi untuk memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan prestasi Febryne, ternyata kandidat lain memiliki lebih banyak pengalaman dan berprestasi lebih cemerlang, akhirnya Febryne terkalahkan dalam bursa SEMA, dia menjadi frustasi, kecewa, dan prihatin aakan perkembangan prestasi di kampusnya. Pada konmdisi semacam ini Febryne harus diyakinkan bahwa dia akan memiliki kesempatan yang sama pada tahun berikutnya, untuk itu pada tahap yang sama Febryne lebih memperbanyak pengalaman dan memperbaiki lagi prestasinya.
Teori Dua Faktor Harzberg
Frederick Herzberg Lahir pada tahun 1923,[14]dibesarkan di New York, ia sarjana psikologi di University of Pittsburgh memperoleh Ph.D. dalam psikologi klinis (1950) dalam usia 27 tahun. Ia bergabung pada jasa Psikologis Pittsburgh. tapi pada tahun 1972 ia menyeberang, menjadi profesor manajemen di University of Utah.
Frederick Herzberg (1968)[15] mengusulkan salah satuan alisis yang paling terkenal dari masalah motivasi dalam teori dua faktor, yang juga menekankan pentingnya kebutuhan tingkat tinggi dalam memotivasi individu diorganisasi. Dari beberapa penelitian yang melibatkan sekitar 2.000 responden di berbagai kategori pekerjaan, ia dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa dua faktor utama mempengaruhi motivasi individu  dalam pekerjaan yaitu "faktor motivasi" dan "faktor higienis."  faktor higienis tidak dapat berkontribusi pada kepuasan kerja, faktor higienis hanya dapat mencegah ketidak puasan, tetapi faktor motivasi dapat menghasilkan tingkat tinggi terhadap kepuasan dan peningkatan motivasi. Motivasi intrinsik dalam pekerjaan dapat memberikan kenikmatan dalam pekerjaan itu sendiri, serta rasa pertumbuhan, prestasi, dan pemenuhan kebutuhan tingkat tinggi lainnya.
Frederick Herzberg seorang psikolog dan konsultan manajemen mengembangkan motivasi teori isidua faktor. Teori dua faktor tersebut adalah ketidak puasan-kepuasan (dissatisfiers-satisfiers), motivasi hygiene, atau faktor-faktor ekstrinsik-intrinsik. Herzberg mendekati teorinya dengan melakukan wawancara seperti, "Dapatkah anda menjelaskan secara rinci, ketika anda merasa sangat baik tentang pekerjaan anda?" Dan "Dapatkah anda menjelaskan secara rinci, ketika anda merasa sangat buruk tentang pekerjaan Anda?" dari penelitiannya Herzberg menarik dua kesimpulan, pertama, ada kondisi ekstrinsik dalam kontek pekerjaan seperti status dan kondisi kerja. Kondisi ekstrinsik disebut ketidak puasan (dissatisfiers), atau faktor hygiene. Kedua, kondisi intrinsik, kondisi ini termasuk perasaan prestasi, peningkatan tanggung jawab, dan pengakuan. Tidak adanya kondisi intrinsik berakibat pada kondisi sangat tidak memuaskan. Akan tetapi jika kondisi intrinsik hadir menjadikan motivasi yang menghasilkan performa kerjayang baik, karena itu, kondisi internal disebut pemuas (dissatisfiers), atau motivasi.
Berdasarkan hasil penelitiannya tersebut, Herzberg mengambil kesimpulan bahwa ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu pemuas kerja (job satisfiers)yang berkaitan dengan isi pekerjaan dan penyebab ketidak puasan kerja (job dissatisfiers) yang bersangkutan dengan suasana pekerjaan.[16]
Teori Dua-Faktor Herzberg.
Faktor-faktor Higienis
Motivator
·      Kebijakan dan adminstrasi perusahaan
·      Pengawasan, teknis
·      Gaji
·      Hubungan-hubungan antara pribadi, penyelia (mandor)
·      Kondisi kerja
·      Prestasi
·      Pengakuan, Penghargaan
·      Pekerjaan itu sendiri
·      Tanggung jawab
·      Promosi (kenaikan pangkat)

Pemuas dan ketidak puasan kerja oleh Herzberg dibuat dalam dua kontinum, yakni menempatkan kepuasan kerjadi salah satu ujung kontinum dan ketidak puasan kerja diujung kontinum yang lain. Jika kondisi kerja menyebabkan kepuasan kerja, bila menghilangkan kondisi kerja akan menyebabkan ketidak puasan; demikian sebaliknya jika kondisi kerja menyebabkan ketidak puasan kerja, menghilangkan kondisi kerja akan menyebabkan kepuasan kerja. Model Herzberg pada dasarnya mengasumsikan bahwa kepuasan kerjabukanlah konsep dua demensi (unidimensional).
Kontinum tersebut digambarkan sebagai berikut:
I.      Pandandan Tradisional
Ketidak puasan kerja tinggi                                             Kepuasan kerjatinggi
II.    Pandangan dua faktor Herzberg 
Kepuasan kerja rendah kepuasan kerjaTinggi
Motivator
•Merasa prestasi
•Pekerjaan Bermakna
•Peluang untuk maju
•Peningkatan tanggung jawab
•Pengakuan
•Peluang untuk berkembang
Ketidak puasan kerjaTinggi                                  Ketidak puasan kerja rendah
Faktor higienis
•Pay
•Status
•keamanan kerja
•Kondisi kerja
•Tunjangan
•Kebijakan dan prosedur
•hubungan interpersonal
Sumber: James L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly, Jr., dan Robert Konopaske

Beberapa implikasi manajerial penting dari kontinum teori dua faktor Herzberg:
1.  Ketidak puasan kerja rendah, kepuasan kerja tinggi, artinya ketika seorang karyawan yang dibayar dengan baik, memiliki keamanan dalam pekerjaan, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan supervisor (faktor higienis, ketidak puasan kerja rendah), dan diberikan tugas yang menantang, akuntabel akan membuat termotivasi. Maka manajer harus terus memberikan tugas yang menantang dan memberikan tanggung jawab kepada bawahan berkinerja tinggi. Kenaikan gaji, keamanan kerja, dan pengawasan perlu ditingkatkan.
2.  Ketidak puasan kerja rendah, kepuasan kerja rendah, artinya seorang karyawan yang dibayar dengan baik, aman dalam pekerjaan, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan supervisor (faktor higienis,  ketidak puasan kerja rendah) namun tidak diberi tugas yang menantang dan sangat bosan dengan pekerjaannya (motivator, tidak ada kepuasan kerja) tidak akan termotivasi.
3.  Manajer harus mengevaluasi kembali deskripsi pekerjaan bawahan dan dengan memperbesar pekerjaan yang lebih menantang dan tugas yang menarik. Kenaikan gaji, keamanan kerja, dan pengawasan yang baik perlu dilanjutkan.
4.  Ketidak puasan kerja tinggi, kepuasan kerja rendah, artinya seorang karyawan yang tidak dibayar dengan baik, memiliki keamanan kerja yang buruk, memiliki hubungan dengan rekan kerja dan supervisor buruk (faktor higienis, ketidak puasan kerja tinggi) dan tidak diberi tugas yang menantang dan sangat bosan dengan pekerjaannya (motivator, kepuasan kerja rendah) akan tidak termotivasi.
Untuk mencegah kinerja rendah, ketidak hadiran dan penurunan omset, manajer harus membuatperubahandrastis dengan menambahkan faktor higienis dan motivator.
Teori Motivasi Berprestasi David Mc Clelland
McClelland Lahir pada tahun 1917,[17] dia memperoleh gelar doktor dalam psikologi eksperimen dari Yale University pada tahun 1941, Teori motivasi berprestasi Mc Clelland tidak lepas dari peran HenryMurray seorang dokter yang datang dengan teori kepribadian. Mc Clelland meninggal tahun 1998. DavidC. Mc Clelland yang mengusulkan teori motivasi kebutuhan belajar, teori ini terkait erat dengan konsep pembelajaran. Ia percaya bahwa banyak kebutuhan yang diperoleh dari kebudayaan suatu masyarakat. Tiga dari kebutuhan-kebutuhan belajar adalah kebutuhan untuk berprestasi (nAch), kebutuhan afiliasi (nAff), dan kebutuhan akan kekuasaan (nPow). Mc Clelland menyatakan bahwa ketika kebutuhan yang kuat dalam diri seseorang, efeknya adalah untuk memotivasi diri seseorang tersebut untuk menggunakan perilaku yang mengarah kepada kepuasannya.[18] Sebagai contoh, seorang pekerja dengan nAch tinggi akan menetapkan tujuan yang menantang, bekerja keras untuk mencapai tujuan, dan menggunakan keterampilan dan kemampuan untuk mencapainya.
Tiga kebutuhan berprestasi DavidC.Mc Clelland sebagai kebutuhan manusia pada umumnya adalah:
1.  Kebutuhan akan prestasi (need for achivement, nAch), yaitu dororngan untuk unggul, untuk berprestasi dalam kaitannya dengan serangkaian standar, untuk berupaya supaya berhasil.
2.  Kebutuhan akan kekuasaan (need for power, nPow), yaitu kebutuhan untuk membuat orang-orang lain berprilaku dengan satu cara sehingga mereka tidak akan berprilaku sebaliknya.
3.  Kebutuhan akan afiliasi (need affiliation, nAff), yaitu keinginan akan berhubungan antar pribadi dengan ramah dan bersahabat.
Setiap orang memiliki dorongan kuat untuk sukses. Mereka berjuang secara pribadi untuk berprestasi. Mereka memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Dorongan ini adalah kebutuhan berprestasi (nAch). Dari penelitian kebutuhan prestasi, Mc Clelland menemukan bahwa berprestasi tinggi membedakan diri dari orang lain dengan keinginan mereka untuk melakukan hal-hal yang lebih baik.
Kebutuhan kekuasaan (nPow) adalah keinginan untuk memiliki dampak yang akan berpengaruh, dan mengendalikan orang lain. Individu yang tinggi nPow menikmati tanggung jawabnya, individu ini berusaha untuk mempengaruhi orang lain, untuk memilih ditempatkan dalam situasi yang kompetitif dan berorientasi status, dan cenderung lebih peduli dengan prestise dan mendapatkan pengaruh atas orang lain daripada dengan kinerja yang efektif.
Kebutuhan ketiga Mc Clelland adalah afiliasi (nAff). Kebutuhan ini menjadi perhatian setidaknya dari para peneliti. Dimana individu dengan motif afiliasi tinggi berusahauntuk persahabatan, lebih memilih situasi kooperatif daripada yang kompetitif, dan keinginan hubungan tingkat tinggi dengan saling pengertian.
Bangunan teori Maslow, Alderfer, Herzberg, dan Mc Clelland dalam teori isi motivasi menjelaskan perilaku dari perspektif yang sedikit berbeda. Teori-teori tersebut digunakan begitu saja oleh manajer sebagai satu-satunya dasar untuk menjelaskan atau menyimpulkan motivasi. Disini perlu dipahami bahwa orang memiliki kebutuhan bawaan, kemampuan belajar dan faktor kondisi pekerjaan berbeda-beda. Jadi teori-teori tersebut menyediakan manajer dengan beberapa pemahaman tentang perilaku dan kinerja.
Dari bahasan tentang teori isi motivasi, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Teori Proses
Teori Harapan Vroom
VictorVroom dibesarkan di Montreal dan menerima gelar sarjana psikologi dan master psikologi industri dari Mc Gill University, gelar Ph.D. dalam psikologi industri dari University of Michigan.[19]Victor Vroom seorang ahli teori organisasi, mengembangkan teori motivasi berdasarkan harapan, dimana seorang individu mendapat imbalan apa untuk usahanya.[20]
Motivasi, menurut Vroom, adalah hasil dari tiga faktor: harapan (expectancy), perantaranya (Instrumentality), dan valensi (Valence). Harapan adalah hasil dari kinerja; misalnya, jika saya dimasukkan ke dalam suatu kegiatan saya akan menghasilkan sesuatu. Perantaraan mengacu pada konsekuensi positif atau negatif dari upaya; misalnya, saya mungkin akan dipromosikan, namun di sisi lain, rekan-rekan saya mungkin membenci usaha saya. Valence mengacu pada sebuah "nilai" individu terhadap suatu "hasil"; misalnya, saya bekerja keras, dan aku menikmati fasilitas. Menurut Vroom, variasi dalam masing-masing faktor ini mempengaruhi motivasi; misalnya, gaji tinggi, kerja keras, dan etos kerja yang kuat, hasilnya karyawan termotivasi. Demikian juga, upah rendah, kerja keras, dan kurangnya kemauan untuk bekerja membuat karyawan kehilangan motivasi. Dua dari tiga faktor Vroom (harapan dan valensi) merupakan faktor intrinsik; dan ketiga (perantaraan) adalah faktor ekstrinsik.
Teori Vroom ini dimulai dengan ide bahwa orang cenderung memilih tujuan atau hasil tertentu, sehingga mereka mengantisipasi perasaan bagaimana kepuasan harus seperti hasil yang ingin dicapai. Perasaan untuk mencapai hasil yang diistilahkan valensi, sebagai perasaan tentang hasil yang spesifik. Teori harapan dalam memprediksi perilaku karyawan, sebagian besar perilaku berada di bawah kontrol sukarela dari seseorang dan menyebabkan seseorang termotivasi.
Valensi mencakup dua tingkatan yakni hasil tingkat pertama dan hasil tingkat kedua. Hasil tingkat pertama dari perilaku yang terkait dengan melakukan pekerjaan itu sendiri. Hasil ini meliputi produktivitas, absensi, turnover, dan kualitas produktivitas. Hasil tingkat kedua adalah peristiwa-peristiwa (imbalan atau hukuman) bahwa hasil tingkat pertama cenderung menghasilkan, seperti prestasikenaikan gaji, penerimaan kelompok atau penolakan, dan promosi.
Perantaraan (Instrumentality)
Perantara merupakan persepsi individu bahwa hasil tingkat pertama berhubungan dengan hasil tingkat kedua. Vroom mengatakan bahwa perantaraan dapat mengambil nilai-nilai mulai dari 1, pencapaian tingkat kedua dapat tanpa hasil pertama dan mungkin juga dengan hasil tingkat pertama, jika hasil yang pertama menunjukkan nilai 1 berarti perlu dancukup untuk hasil kedua terjadi. Jika nilai 0 akan menunjukkan ada hubungan antara hasil pertama dan kedua.
Valensi (Valence)
Preferensi untuk hasil, pilihan hasil yang terlihat pada setiap individu disebut valensi. Sebagai contoh, setiap pekerja lebih memilih adanya kenaikan nilai 90 persen dari prestasi kerjanya, peningkatan prestasi dimungkinkan untuk transfer ke departemen baru, atau transfer melalui relokasi ke fasilitas baru. Suatu hasil valensi yang positif saat itu disukai pekerja; valensi negatif saat itu tidak disukai atau dihindari pekerja. Dikatakan suatu hasil memiliki valensi 0 (nol) ketika pekerja tak acuh dapat mencapai atau tidak mencapai hasil. Konsep valensi berlaku untuk pertama dan hasil tingkat kedua. Sebagai contoh, seseorang dapat memilih untuk pada (hasil tingkat pertama) maka karyawan berkinerja tinggi karena ia percaya bahwa peningkatan prestasi kerja akan menyebabkan peningkatan gaji (hasil tingkat kedua).
Harapan (Expectancy)
Harapan mengacu pada keyakinan individu mengenai kemungkinan atau adanya probabilitas subjektif bahwa perilaku tertentuakan diikuti oleh hasil tertentu pula, seperti tingkat kinerja. Artinya, harapan adalah suatu kesempatan yang mungkin dirasakan terjadi karena perilakunya. Harapan memiliki nilai mulai dari 0, menunjukkan tidak ada kemungkinan bahwa suatu hasilkan terjadi setelah perilaku atau tindakan yang diperbuat sampai pada tanda + 1, menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentuakan mengikuti suatu tindakan atau perilaku.
Harapan merupakan persepsi individu tentang betapa sulitnya untuk mencapai perilaku tertentu (misalnya, menyelesaikan anggaran tepat waktu) dan probabilitas mencapai perilaku tertentu. Sebagai contoh, Dhede menyiapkan suatu anggaran, Dhede memiliki harapan yang tinggi bahwa jika dia bekerja beberapa jam dia bisa menyelesaikan penyusunan anggaran tepat waktu; di sisi lain, Dhede mungkin merasa bahwa peluangnya (probabilitas) untuk dapat menyelesaikan dengan tepat waktu sekitar 40 persen, jika Dhede bekerja hanya pada siang hari. Mengingat sejumlah tingkat alternatif perilaku untuk menyelesaikan anggaran (bekerja 8 jam, 10 jam, atau sepanjang hari), dia akan memilih tingkat kinerja yang memiliki kekuatan motivasi terbesar yang terkait dengannya. Dengan kata lain, ketika dihadapkan dengan pilihan tentang perilaku, Dhede yang melakukan tugas akan melalui proses interogasi dalam dirinya: dia akan berkata apakah saya dapat melakukan tepat waktu jika saya mencobanya? Jika saya lakukan itu, apa yang akan terjadi? apakah saya suka terhadap apa yang akan terjadi?
PrinsipTeori Harapan
Integrasi penting konsep teori harapan menghasilkan tiga prinsip utama:
1.  V1S (V 2I). Valensi yang terkait dengan berbagai hasil tingkat pertama adalah jumlah dari perkalian valensi (V 2) yang melekat pada semua hasil tingkat kedua sesuai dengan instrumen masing-masing (instrumentalities/I).
2.  Mf (V 1E). Motivasi merupakan fungsi perkalian dari valensi untuk setiap tingkat pertama hasil (V 1) dan harapan dirasakan (expectancy/E) bahwa perilaku tertentuakan diikuti oleh hasil tingkat pertama tertentu. Jika harapan rendah, akan ada sedikit motivasi. Demikian pula, jika hasil valensinol, baik nilai absolut maupun variasi dalam kekuatan harapan untuk mencapai hasil akan tetap memiliki efek.
3.  Pf (M A). Kinerja dianggap fungsi perkalian motivasi
(kekuatan) dan kemampuan (ability).
Teori harapan Vroom tersebut menunjukkan bahwa individu memiliki kontrol atas apa yang akan dia lakukan dan bagaimana dia menghargai itu, tapi itu terserah kepada supervisor untuk memberikan penghargaan atau kompensasi yang cukup.
Teori Keadilan Adams
J. Stacy Adams lahir pada tahun 1925, dia sarjana psikologi dari University of Mississippi dan sebagai mahasiswa pasca sarjana dari University of North Carolina, gelar doktor diperoleh pada tahun 1957.[21] Adams (1963; 1965) mengembangkan teori tentang motif ekuitas dalam organisasi yang telah menerima banyak perhatian. Dia tertarik bergerak pada bidang psikologi, dan menganggap perlunya keseimbangan kognitif dan konsistensi. Adam berteori bahwa orang ingin merasa kompensasi adil dalam pekerjaan mereka. Orang-orang memiliki kebutuhan untuk rasa keadilan, mereka membandingkan pertukaran mereka sendiri dengan pertukaran antara organisasi dan karyawan lainnya, rasa ekuitasakan memiliki pengaruh pada perilaku.[22]
Saat bekerja sebagai psikolog penelitian di General Electric Codi Crotonville, New York, Adams mengembangkan dan menguji teori ekuitas motivasi. Inti dari teori keadilan adalah bahwa karyawan membandingkan usaha dan imbalan mereka dengan orang lain dalam situasi kerja yang sama. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa individu-individu yang bekerja dalam pertukaran untuk imbalan dari organisasi, seseorang termotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil di tempat kerja. Bahkan Pfeffer percaya bahwa mempertahankan persepsi karyawan tentang ekuitas merupakan aspek penting dari peran manajemen.[23]
Empat hal penting dalam teori ekuitas adalah:
1.   Orang: individu untuk siapa ekuitas atau ketidak adilan yang dirasakan.
2.   Perbandingan lainnya: setiap individu (s) atau kelompok yang digunakan oleh orang sebagai rujukan mengenai rasio input dan hasil.
3.   Masukan: karakteristik individu yang dibawa oleh seseorang pada pekerjaan. Ini mungkin dicapai (misalnya, keterampilan, pengalaman, pembelajaran) atau berasal (misalnya, usia, jenis kelamin, ras).
4.   Hasil: apa yang diterima dari pekerjaan (misalnya, pengakuan, tunjangan, gaji).
Ekuitas ada ketika karyawan merasa bahwa rasio input (upaya) mereka untuk mendapatkan hasil (reward) yang setara dengan rasio karyawan lain yang sejenis. Ketidak adilan terjadi ketika rasio ini tidak setara: rasio input seorang individu dengan hasil yang diperoleh bisa lebih besar atau lebih kecil dari yang lain. Ketidak adilan terjadi ketika rasio ini tidak setara: rasio input seorang individu dengan hasil bisa lebih besar atau lebih kecil dari motivasi orang lain pada umumnya.
Teori keadilan juga menyatakan bahwa masukan input ke dalam prestasi dan kepuasan kerja adalah derajat keadilan (atau ketidak adilan) yang diterima orang (karyawan) dalam situasi kerjanya. Pada pokoknya, rasio tergantung pada persepsi orang tentang apa yang diberikan (masukan-masukan) yang diterima seseorang versus rasio apa yang diberikan dan diterima orang lain telah relevan. Bila rasio yang diterima orang tidak sama dengan orang lain, dia akan berusaha keras untuk memprbaiki rasio agar diperoleh keadilan. “Perjuangan” untuk memperbaiki keadilan ini digunakan sebagai penjelasan motivasi kerja.

Teori Goal Setting
Teori penetapan tujuan (goal setting theory) hasil penelitian Edwin Locke dan rekannya Professor Gary Latham di University of Toronto, penelitian menunjukkan bahwa niat untuk bekerja guna mencapai tujuan merupakan sumber utama motivasi kerja. Teori penetapan tujuan menurut Latham dan Locke (1991)[24] tidak secara eksplisit merujuk pada diri atau identitas, tetapi adalah salah satu teori yang menekankan pengaturan diri (self-regulation). Teori penetapan tujuan didasarkan pada gagasan bahwa motivasi adalah tujuan. Konsep inti dari teori ini adalah tujuan.
Meskipun teori penetapan tujuan yang memberikan beberapa indikasi tentang bagaimana menetapkan tujuan, tetapi bukan berfokus pada bagaimana menetapkan tujuan, melainkan ditukan bagaimana tujuan mempengaruhi perilaku individu dan kinerja. Teori penetapan tujuan berpendapat bahwa orang memiliki motivasi yang berbeda, akibatnya tujuan dalam bekerja juga berbeda-beda. Teori penetapan tujuan dengan konsep dasar pada konten tujuan dan komitmen tujuan. Tujuan yang spesifik dan terukur untuk meningkatkan motivasi dan kinerja, dengan fokus pada isi tujuan atau tugas yang ingin dicapai.
Menurut Locke, penetapan tujuan dapat memotivasi dalam empat cara[25]:
•Tujuan menjadi perhatian langsung. Tujuan menunjukkan di mana individu harus mengarahkan upaya mereka saat mereka memilih di antara hal yang harus dilakukan. Misalnya, seseorang mengatakan bahwa ada tugas penting dalam beberapa hari ini, penetapan tujuan dapat mendorong orang tersebut mengatakan tidak ketika teman-teman mengajak ke Kaffe malam ini.
•Tujuan mengatur usaha. Tujuan menyarankan usaha individu harus menjadi tugas yang diemban. Misalnya, jika mendapatkan nilai tinggi dalam mata kuliah akuntansi lebih penting bagi seseorang dari pada mendapatkan nilai tinggi dalam perilaku organisasi (OB), maka ortang tersebut akan lebih giat belajar akuntansi.
•Tujuan meningkatkan ketekunan. Kegigihan merupakan usaha yang dihabiskan untuk melaksanakan tugas pada waktunya. Ketika orang menyimpan tujuan dalam pikiran, maka orang tersebut akan bekerja keras, meskipun ada rintangan didepannya.
•Tujuan mendorong pengembangan strategi dan rencana aksi. Setelah tujuan ditetapkan, seseorang dapat mengembangkan rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya, tujuan untuk menjadi lebih sehat maka membuat rencana untuk bergabung dengan gym, latihan dengan teman-teman, dan mengubah kebiasaan makan.
Agar penetapan tujuan menjadi efektif, maka tujuan harus "SMART":
ü Spesifik (Specific): Individu tahu persis apa yang ingin dicapai.
ü Terukut (Measurable): Tujuan yang diusulkan dapat dilacak dan direviu.
ü Dapat dicapai (Attainable): Tujuan, meskipun sulit, masuk akal dan dapat dicapai.
ü Berorientasi Hasil (Results-oriented): Tujuan harus mendukung visi organisasi.
ü Terikat Waktu (Time-bound): Tujuan harus dicapai dalam waktu yang telah ditentukan.



[1] Duane P Schultz dan Sydney Ellen Schultz, Theories of Personality, United States of America, Thomson Learning, Inc., 2005, h. 200.
[2]  John Baldoni, Great Motivation Secrets of Great Leaders, United States of America, McGraw-Hill, 2005, h. 17.
[3]Steven L. McShane dan Mary Ann Von Glinow, Organizational Behavior, McGraw-Hill Companies, Inc, 2010, h. 34.
[4] Robert T. Golembieswski, Handbook of Organizational Behavior, Harrisburg Middletown, Pennsylvania, h. 20.
[5]Reksohadiprodjo Sukanto, Organiasi Perusahaan, edisi Ke-2, BPFE-Yogyakarta, 2001, halm.252
[6] Gitosudarmo Indriyo dan I Nyoman Sudita, Prilaku Keorganisasian, edisi Pertama, bpfe-yagyakarta,2000, halm.28
[7] Robbins Stephen P. dan Coulter Marry, Manajemen, PT. Prehalindo, Jakarta:1999, halm. 47
[8] Robbins Stephen P, Prilaku Organisasi, edisi Kesepuluh, Indeks: 2006, halm. 213
[9]Steven L. McShane dan Mary Ann Von Glinow, Organizational. h. 134.
[10]James L. Gibsonet al., Organizations: Behavior, h. 129.
[11]John Baldoni, Great Motivation Secrets, h. 110.
[12] Reksohadiprodjo Sukanto, Organiasi Perusahaan, edisi Ke-2, Yogyakarta,BPFE, 2001, halm.254
[13]James L. Gibsonet al., Organizations: Behavior, h. 130.
[14]John B. Miner,Organizational Behavior I. Essential theories of motivation, h. 62.
[15] Robert T. Golembieswski, Handbook of Organizational, h. 26.
[16] Reksohadiprodjo Sukanto, Organiasi Perusahaan, edisi Ke-2, BPFE-Yogyakarta, 2001, halm.266
[17] John B. Miner,Organizational Behavior, h. 47.
[18]James L. Gibson et al., Organizations: Behavior, h.136.
[19]John B. Miner,Organizational Behavior, h. 95.
[20]John Baldoni, Great Motivation Secrets, h. 155.
[21]John B. Miner,Organizational Behavior, h. 135.
[22]Robert T. Golembieswski, Handbook of Organizational, h. 28.
[23]James L. Gibson et al., Organizations: Behavior, h.136.
[24] James l. Perry and Annie Hondeghem, Motivation in Public Management, New York, Oxford University Press Inc., 2008, h. 69.
[25]Nancy Langton dan Stephen P. Robbins, Fundamental Organizational Behavioral, h. 116-117

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orientasi Nilai

Akaah dan Lund mengatakan Nilai harus dibedakan dari konsep-konsep yang lain seperti, pendapat dan sikap. Nilai lebih umum dan kurang terikat secara spesifik untuk setiap objek yang bertentangan dengan banyak pendapat dan sikap, karena itu nilai bisa mendasari berbagai pendapat dan sikap. Nilai adalah standar yang membantu seorang individu merasionalisasi sikap dan tindakan secara pribadi dan sosial yang dapat diterima. [1] Karena nilai-nilai memiliki faktor sosial, memungkinkan seorang individu mengalami rasa bersalah ketika mereka berperilaku tidak sesuai dengan harapan sosial yang mereka anut. Nilai dapat digunakan untuk merasionalisasi perasaan pribadi, moralitas dan kompetensi, untuk mempertahankan dan meningkatkan harga diri, meskipun nilai-nilai ini dipertahankan dengan perilaku yang tidak pantas. Konsep nilai banyak digunakan dalam penelitian guna membandingkan perilaku lintas budaya. Rokeach mengatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang dianggap lebih secara pribadi atau sosi...

Dasar-Dasar Perilaku Kelompok

Perilaku individu dalam kelompok adalah sesuatu yang lebih dari sekedar jumlah individu yang bertindak menurut caranya sendiri. Dengan kata lain, tindakan individu secara pribadi akan berbeda jika individu berada dalam suatu kelompok, itu sebabnya pemahaman kelompok di tempat kerja menjadi penting. Dalam organisasi , kelompok merupakan muasal organisasi. Suatu organisasi tersusun atas sejumlah kelompok formal mau pun informal , sehingga pemahaman akan kelompok merupakan hal mendsar dalam menjelaskan perilaku organisasi. A.   Pengertian Kelompok Kelompok didefinisikan sebagai dua orang atau lebih berkumpul dan berinteraksi serta saling tergantung untuk mencapai tujuan tertentu. [1] Kelompok juga didefinisikan sebagai dua individu atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung, yang bergabung untuk mencapai tujuan tertentu. [2] Kelompok sebagai dua atau lebih individu yang beriteraksi dan saling tergantung yang berkumpul bersama untuk mencapai sasaran-sasaran ter...

Negosiasi dan Perundingan Kolektif

Istilah negosiasi menggambarkan proses diskusi dari dua pihak atau lebih untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Tujuan harus dibuat win-win situation, artinya sama-sama tidak ada yang dirugikan atau sama-sama menguntungkan bagi pihak yang terkait. Proses ini akan cukup sulit apabila terjadi diantara orang-orang dengan latar belakang yang sama, bahkan akan sangat komplek dalam negosiasi internasional karena perbedaan nilai budaya, gaya hidup, harapan, verbal dan non-verbal language, pendekatan terhadap prosedur formal, dan tehnik  pemecahan masalah.  Kompleksitas akan meninggi ketika negosiasi lintas batas karena adanya banyak pihak yang terkait. Pengimplementasian strategi tergantung pada kemampuan manager untuk bernegosiasi secara produktif, artinya keterampilan akan sangat dipertimbangkan sebagai satu hal yang sangat penting bagi yang melakukan perundingan. Dalam arena global, perbedaan budaya menyebabkan kesulitan dalam proses negosiasi. Perbeda...