Motivasi
sesungguhnya sebagai sumber inspirasi, mengingat motivasi yang bersumber dari dalam diri, yakni dalam bentuk
inspirasi diri. Proses inspirasi ini dipelihara sehingga
menjadi penggerak bagi seseorang untuk tujuan mereka.
Bahkan Murray mengatakan bahwa "motivasi adalah inti dari bisnis dan motivasi selalu mengacu pada sesuatu
dalam organisme”.[1] Motivasi
begitu penting selain sebagai sumber inspirasi bagi setiap individu, menjadi
penggerak individu, dan inti dari setiap individu dalam mencapai tujuan dan
bisnisnya.
A. Pengertian Motivasi
Motivasi
kata yang sering kita dengar tetapi tidak mudah untuk membuat kesepakatan dalam
mendefinisikan motivasi, lebih dari seratus definisi tentang motivasi yang
berbeda, diantaranya, DwightD. Eisenhower mengatakan motivasi adalah
seni membuat orang melakukan apa yang ingin mereka lakukan,
karena mereka ingin melakukannya.[2]Motivasi juga
didefinisikan sebagai kekuatan di dalam diri seseorang
yang mempengaruhi arah perilaku, intensitas, dan ketekunan secara sukarela.[3] Golembiewski
mengatakan motivasi dimaksudkan sejauh mana
seseorang digerakkan atau dibangkitkan untuk mengeluarkan
usaha dalam mencapai suatu tujuan dan Motivasi kerja mengacu pada berapa banyak orang mencoba untuk bekerja
keras dan baik dengan gairah, arah,
dan ketekunan dalam pengaturan kerja.[4] Luthan
mendefinisikan motivasi sebagai faktor internal dan eksternal yang menyebabkan seorang individu terlibat dalam perilaku
terkait pencapaian tujuan. Motivasi dapat mempengaruhi
intensitas, arah, dan ketekunan seseorang dalam bekerja
menuju Intensitas goal.
Motivasi sebagai keadaan
dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.[5] Motivasi juga berarti sebagai
faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan mengarahkan
prilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu.[6] Dalam buku lain juga
disebutkan Motivasi adalah
kesediaan untuk melakukan tingkat
usaha yang tinggi guna mencapai sasaran-sasaran organisasi sebagaimana
dipersyaratkan oleh kemampuan usaha tersebut untuk memuaskan sejumlah kebutuhan
individu.[7] Motivasi juga merupakan
salah satu topik yang paling sering diteliti dalam Prilaku Organisasi, juga
sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu
dalam usaha mencapai sasaran.[8] Dari pengertian-pengertian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu potensi pengerak
internal dan eksternal dengan intensitas, arah, dan ketekunan dalam diri
seseorang secara sukarela sehingga mengarahkan perilaku seseorang tersebut pada
pencapaian tujuan.
B. Memahami Kebutuhan Individu
Memahami jenis
dan derajat motivasi seseorang juga harus mencoba untuk
meningkatkan tingkat motivasi yang ditunjukkan seseorang
dalam keberagaman dan dalam banyak haltak terduga. Bila
motivasi sebagai bentuk kesediaan segala upaya untuk suatu tujuan organisasi
dengan mengkondisikan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan individu. Kebutuhan
dapat dimaknai sebagai suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil-hasil
tertentu tampak menarik. Gibson dkk mengatakan Kebutuhan adalah
kurangnya sesuatu yang bernilai dalam diri individu pada titik waktu tertentu. Kekurangan
bisa dalam bentuk; kekurangan fisiologis (misalnya,
kebutuhan untuk makanan), psikologis (misalnya,
kebutuhan untuk harga diri), atau
sosiologis (misalnya, kebutuhan untuk interaksi sosial).
Kebutuhan sebagai energi atau pemicu yang
memanifestasikan perilaku, dengan implikasinya
adalah bahwa ketika kebutuhan (kekurangan) terjadi pada individu, maka individu akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan lebih mudah
terhadap upaya motivasi.
Kebutuhan
sebagai kekuatan yang diarahkan pada tujuan yang mengerakkan orang. Kebutuhan adalah kekuatan motivasi emosi yang disalurkan menuju
tujuan tertentu untuk memperbaiki kekurangan atau ketidak
seimbangan.[9]
Kebutuhan merupakan salah satu aspek psikologis
yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar
(alasan) bagi setiap individu untuk berusaha. Seseorang (manusia) bekerja pada
dasarnya diarahkan pada pemenuhan kebutuhan untuk mencapai tujuan, demikian
juga kebutuhan manusia sehari-hari selama hidupnya menjadi faktor penggerak
untuk mencapainya.
Pemenuhan kebutuhan
seseorang menjadi faktor penggerak (drive)
menghasilkan emosi, dan dasar kebutuhan pengalaman
emosional yang disalurkan menuju tujuan yang
diinginkan untuk mengatasi sumber emosi. Drive sebagai
kebutuhan karakteristik bawaan yang mengarahkan pada kekurangan
atau mempertahankan keseimbangan internal dengan menghasilkan emosi yang memberi energi bagi individu, drive sebagai penggerak utama perilaku karena drive menghasilkan emosi, yang
menempatkan seseorang dalam kondisi siap untuk bertindak atas lingkungan
mereka, karena itu drive memainkan
peran sentral dalam motivasi.
Dengan demikian dapat
dimaknai seseorang yang termotivasi sesungguhnya dalam keadaan tegang, untuk
mengembalikan dalam kondisi normal, seseorang harus mengeluarkan upaya. Semakin
tegang seseorang akan semakin tinggi upayanya, jika upaya yang dilakukan
berhasil maka upaya itu menghantarkan pada pemenuhan kebutuhan, bersamaan
dengan pemenuhan kebutuhan ketegangan akan menurun. Perlu diingat semua orang memiliki drive yang
sama, tetapi mereka tidak memiliki emosi yang sama,
seperti dalam merasakan kesepian, rasa ingin tahu,
atau kemarahan, juga kebutuhan dalam situasi yang sama akan
berbeda.
Konsep diri (kepribadian dan
nilai-nilai), norma sosial, dan pengalaman masa lalu dapat memperkuat
gerakan atau menekan emosi, sehingga dapat memberikan kekuatan dan menurunkan
kebutuhan. Misalnya mereka yang biasanya sangat ramah memiliki pengalaman kebutuhan yang kuat untuk berinteraksi
sosial, sedangkan orang-orang yang beranggapan kurang bersosialisasiakan mengalami
kebutuhan yang kurang intens untuk bersosialisasi selama waktu itu.
Kedua drive tersebut sesungguhnya dapat dipelajari sehingga akan mandapatkan
konsep diri yang lebih kuat dan memperbaiki kebutuhan interaksi
sosial, prestasi, dan sebagainya.
Konsep
diri, norma-norma sosial, dan pengalaman masa lalu yang mampu memberi warna pada emosi akan
menghasilkan kekuatan (drive) yang
membanagun. Secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut:

Bangunan
diatas berkenaan dengan konsep diri, norma-norma
sosial, dan pengalaman masa lalu, yang berkontribusi
pada kekuatan drive (kebutuhan
primer) dan emosi dalam pemenuhan kebutuhan (sekunder),
dan pengambilan keputusan dan perilaku. Atau siklus kebutuhan
seseorang dapat dimulai dari kebutuhan yang tidak terpenuhi, kebutuhan yang
tidak terpenuhi menyebabkan ketegangan, karena ketegangan memecu proses mencari
cara untuk mengurangi penyebab ketegangan, proses pencarian
ini memunculkan sebuah tindakan yang dipilih, dan
perilaku yang diarahkan pada pencapaian tujuan, kemudian tindakan dan perilaku
akan di evaluasi untuk mendapatkan hasil berupa imbalan atau hukuman, hasil
tersebut dinilai apakah dapat mengurangi akan rasa kebutuhan atau belum, hasil
penilaian akan memicu proses untuk memulai lagi ketegangan pemenuhan kebutuhan,
demikian seterusnya.

C. Teori motivasi
Teori-teori
motivasi secara umum berbicara tentang
motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik
berasal dari luar orang dan mencakup hal-hal seperti gaji, bonus, dan manfaat nyata lainnya. Motivasi intrinsik berasal dari seseorang intern keinginan untuk melakukan
sesuatu, termotivasi oleh hal-hal seperti kepentingan
(interest), tantangan, dan kepuasan
pribadi. Individu secara intrinsik termotivasi ketika mereka benar-benar peduli
tentang pekerjaan (aktivitas) mereka, mencari cara yang
lebih baik untuk melakukannya, dan menggunakan energi secara maksimal. Dengan kebahagian kerja, kepuasan kerja maka
imbalan instrinsik didapatkan seseorang.
Banyak
teori motivasi yang telah di bangun dalam rangka membangun hubungan antara
perilaku dan hasil yang diharapkan, teori motivasi dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu teori isi (content
theories) dan teori proses (process theories).[10]Teori
Isi, teori yang berfokus pada faktor-faktor dalam diri
seseorang yang memberi energi, langsung,
mempertahankan, dan menghentikan perilaku. Sedangkan
teori proses berkaitan dengan bagaimana perilaku yang
memberi energi, diarahkan, berkelanjutan, dan berhenti karena faktor eksternal.
Dua klasifikasi teori
motivasi dikelompokkan sebagai berikut:
Dasar Teori
|
Penjelasan
Teori
|
Penemu
Teori
|
Aplikasi
Manajerial
|
Teori
Isi
|
Fokus pada faktor-faktor di dalam diri
seseorang yang memberi energi, langsung, mempertahankan dan menghambat
perilaku (berhubungan dengan pertanyaan “apa”)
|
Maslaw:
dengan lima hirarki kebutuhan.
Alderfer:tiga level hirarki (ERG ;
existence, relatedness, growth).
Harzberg: dua
faktor, disebut dengan hygiene motivator.
McClalland: tiga kebutuhan yag diperoleh daribudaya; prestasi,
afiliasi, dan kekuasaan.
|
Manajer harus menyadari perbedaan kebutuhan, keinginan, dan tujuan dari setiap individu
dengan keberagaman
|
Teori
Proses
|
Mendeskripsikan, menjelaskan, dan
menganalisis bagaimana energi dari perilaku, diarahkan,
dipertahankan, dan berhenti (berhubungan dengan pertanyaan
“bagaimana”)
|
Vroom: teori harapan.
Adams: teori keadilan.
Skinner: teori penguat.
Locke: penetapan - tujuan
|
Manajer perlu memahami proses motivasi dan bagaimana
membuat pilihan individu berdasarkan preferensi, penghargaan, dan
prestasi.
|
Teori Dini Motivasi
Pada kurun waktu 1950-an
berhasil dikembangkan konsep-konsep motivasi. David Mc Gregor
adalah seorang psikolog sosial, mengembangkan teori-teori
motivasi yang dikenal sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X menyatakan bahwa orang-orang
pada dasarnya malas dan harus dipaksa untuk bekerja. Akibatnya, orang harus dipaksa, diarahkan dan diancam. Selain itu, para
pekerjaingin diberitahu apa yang harus dilakukan karena mereka tidak memiliki
ambisi dan ingin untuk menghindari
tanggung jawab. Teori Y adalah kebalikan dari
teori X. Teori Y menggambarkan orang yang mau bekerja ketika
mereka diberikan alasan yang baik untuk melakukannya. Akibatnya,
orang akan menyelesaikan pekerjaannya dan bertanggung
jawab. Lebih jauh Mc Gregor tidak melihat teori X dan Y sebagai
teori yang eksklusif, hingga Mc Gregor mengkombinasikan keduanya, dia mengerjakan sesuatu yang disebut Teori Z, yang
merupakan sintesis dari pemikirannya.[11]
Anggapan-anggapan yang
mendasari teori X adalah:
1. Rata-rata
para pekerja itu males, tidak suka bekerja dan akan menghindarinya bila dapat.
2. Karena
pada dasarnya pekerja tidak suka bekerja, maka harus dipaksa, dikendalikan,
diperlakukan dengan hukuman, dan diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi.
3. Rata-rata
para pekerja lebih senang dibimbing, berusaha menghindari tanggung jawab,
mempunyai ambisi yang kecil, keamanan dirinya diatas segala-galanya.
Anggapan-anggapan teori Y
adalah:
1. Usaha
fisik dan mental yang dilakukan manusia dalam bekerja adalah kodrat manusia,
sama halnya dengan bermain atau beristirahat.
2. Rata-rata
manusia bersedia belajar, dalam kondisi yang layak. Tidak hanya menerima tetapi
mencari tanggung jawab.
3. Ada
kemampuan yang besar dalam kecerdikan, kreativitas dan daya imajinasi untuk
memecahkan masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar kepada seluruh
karyawan.
4. Pengendalian
eksternal dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha
pencapaian tujuan organisasi.
5. Keterikatan
pada tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang diterima karena
prestasinya dalam pencapaian tujuan itu.
6. Organisasi
seharusnya memberikan kemungkinan orang untuk menwujudkan potensinya, dan tidak
hanya digunakan sebagian.[12]
Teori
Isi
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Sebuah
teori motivasi hierarki kebutuhan diatur dimana orang-orang termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi dari tingkatan yang lebih
rendah. Abraham Maslow (1954) seorang ahli
psikologi dan perilaku, mengembangkan teori hierarki kebutuhan, yang mendapat
perhatian dalam setiap tinjauan literatur motivasi kerja.
Lima hierarki kebutuhan Abraham Maslow adalah:

Hierarki kebutuhan yang di
kembangkan Abraham Maslow berawal dari pemenuhan kebutuhan dasar, yang tersusun
kedalam hierarki:
1. Fisiologis
(psysiological). Kebutuhan akan
makanan, udara, air, tempat tinggal, dan sejenisnya.
2. Keselamatan
(safety). Kebutuhan lingkungan yang aman dan stabil, tidak
adanya rasa sakit.
3. Kasih
sayang/sosial (belonging/love). Kebutuhan cinta,
kasih ayang, dan interaksi dengan lainnya orang.
4. Penghargaan
(esteem). Kebutuhan harga diri melalui prestasi pribadi maupun sosial, menghargai melalui pengakuan dan rasa hormat
dari orang lain.
5. Aktualisasi
diri (self actualization). Kebutuhan untuk
pemenuhan diri, realisasi
potensi seseorang.
Daftar
kebutuhan Maslow merupakan drive (kebutuhan primer) karena menggambarkan sebagai bawaan dan universal. Menurut Maslow,
kita dimotivasi secara bersamaan oleh beberapa kebutuhan tetapi
sumber terkuat adalah kebutuhan puas terendah pada saat itu. Sebagai orang memenuhi kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi dalam hierarki menjadi
motivator primer dan tetap bahkan tidak pernah puas. Kebutuhan
fisiologis sebagai kebutuhan awal yang paling penting, dan
orang-orang termotivasi untukmemuaskan kebutuhan fisiologi terlebih dahulu. Saat kebutuhan fisiologi
terpenuhi maka meningkat pada keinginan untuk keselamatan muncul sebagai motivator
terkuat. Kebutuhan keamanan terpuaskan, kebutuhan rasa
memiliki menjadi yang paling penting demikian seterusnya, pengecualian untuk proses pemenuhan kebutuhan adalah aktualisasi diri;
bila keempat kebutuhan awal menginginkan untuk dapat dipenuhi (kebutuhan
kekurangan), maka aktualisasi diri dikenal sebagai kebutuhan pertumbuhan
karena akan terus berkembang bahkan ketika terpenuhi.
Salah
satu cara dimana teori berguna bagi manajer dalam memperbaiki strategi
organisasi guna memenuhi kekurangan kebutuhan.
kekurangan ini dapat terjadi di semua tingkat kebutuhan,
tetapi kecenderungan terbesar di bidang aktualisasi diri dan harga
diri. Kebutuhan ini sering diabaikan dalam struktur
penghargaan dari berbagai organisasi.[13] Upaya
untuk mengatasi kekurangan-kekurangan akan memiliki dampak yang besar dalam
memulai dan mengarahkan perilaku dari pada berfokus pada kebutuhan tingkat
yang lebih rendah.
Selain
berhadapan
dengan keragaman individu dalam pemenuhan kebutuhan, manajer menghadapi masalah kebutuhan,
gaya kerja, dan etos kerja yang berbeda antar budaya. Perbedaan ini misalnya menurut Gibson
orang Ameri kalebih rajin termotivasi, sementara diluar
Amerika malas dan tidak termotivasi. Juga,
banyak orang Amerika mencoba untuk menjaga keseimbangan antara
pekerjaan dan rumah tangga,tanggung jawabdan kepentingan. Di Cina, Jepang, India,
dan beberapa budaya lain, pekerjaan
membawa pada peran yang lebih sentral sebagai individu berusaha untuk mencapai tingkat
yang lebih tinggi dari keberhasilan ekonomi dan standar hidup yang lebih
nyaman.
Teori
Motivasi ERG Alderfer
Clayton
Alderfer mengambil konsep teori kebutuhan
Maslow dan dimodifikasi dalam beberapa hierarki, hanya konsep hierarki
kebutuhan Maslow disederhanakan menjadi tiga hierarki:
1. Kebutuhan
keberadaan (E, Existence), yang terdiri terutama dari fisiologis; makanan, perumahan, udara, air, biaya hidup, dan kondisi kerja.
Sama seperti kebutuhan yang diusulkan oleh Maslow.
2. Kebutuhan Berhubungan
(R, Relatedness),
yang sebagian besar terkait dengan kebutuhan rasa cinta dan harga
diri dan pengakuan dari orang lain, atau kebutuhan hubungan sosial dan inter personal
yang bermakna.
3.Kebutuhan
Pertumbuhan (G, Growth), kebutuhan yang membuat seorang individu berkontribusi
kreatif atau produktif, dan sama dengan akan kebutuhan harga diri dan kebutuhan
aktualisasi diri.
Tiga
kebutuhan Alderfer adalah eksistensi (E),
hubungan (R), dan pertumbuhan (G),
atau ERG, sesuai dengan teori kebutuhan Maslow,
bahwa kebutuhan eksistensi mirip dengan kategori fisiologis dan keamanan Maslow;
kebutuhan hubungan mirip dengan rasa memiliki, sosial, dan cinta; dan kebutuhan
pertumbuhan serupa dengan katagori harga diri dan aktualisasi
diri.
Komparasi
Kebutuhan Maslow dan Alderfer
Maslow
|
Aldelfer
|
Aktualisasi
diri (Self-actualization)
Penghargaan
(Esteem)
![]()
Keamanan
(Safety/Security)
![]()
Kebutuhan
harus dipenuhi sebelum kebutuhan menjadi motivator.
|
Pertumbuhan
(Growth)
![]()
Hubungan
(Relatedness)
Keberadaan
(Existence)
Kebutuhan
dipenuhi dapat menyebabkan konsentrasi
kebutuhan tingkat yang lebih tinggi. Kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi, perhatian dapat terfokus pada kebutuhan tingkat yang lebih rendah |
Pendekatan
ERG yang dikembangkan oleh Alderfer berangkat dari
konsep Maslow dengan hipotesa bahwa pemenuhan kebutuhan tingkat
rendah dapat menyebabkan seorang untuk mencari pemenuhan kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga kurangnya pemenuhan
kebutuhan tingkat yang lebih tinggi akan menyebabkan seseorang untuk
memenuhi lagi kebutuhan pada tingkat yang
lebih rendah, dengan mencari kebutuhan pada tingkat rendah tersebut ke tingkatyang lebih lengkap. Teori ini juga membantu
dalam menjelaskan mengapa karyawan yang telah berulang kali membantah peluang promosi
dan akan mengatakan kepada bahwa mereka tidak ingin maju.
Atau mengatakan saya tidak peduli tentang semua itu;
saya hanya berharap gaji saya. Saat demikian hierarki tidak bergerak keatas
tetapi juga bergerak kebawah.
Selain berbeda dalam jumlah kategori, antara ERG Teori
Alderfer yang berjumlah 3 (tiga) hierarki motivasi dan 5 (lima) hierarki kebutuhan
Maslow, juga berbeda tentang bagaimana orang bergerak memenuhi kebutuhan. Maslow
mengusulkan bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi pada satu tingkat yang paling penting
bagi seseorang, maka kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi (diatasnya) tidak
diaktifkan (tidak meningkat), dengan kata lain naik pada tingkat berikutnya
(atasnya) apabila kebutuhan tahap yang dianggap penting telah terpuaskan atau
terpenuhi. Dengan demikian, seseorang hanya berlangsung sampai hierarki di
atasnya bila kebutuhan tingkat bawahnya telah dipenuhi secara efektif. Sebaliknya,
Teori ERG Alderfer menunjukkan bahwa selain proses kepuasan perkembangan yang diusulkan
Maslow, juga terjadi proses frustrasi regresi (urutan mundur)di tempat kerja. Artinya,
jika seseorang terus-menerus frustrasi dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan,
kebutuhan keterkaitan muncul kembali sebagai kekuatan pendorong utama, yang
menyebabkan individu untuk mengarahkan segala upaya ke arah mengeksplorasi cara-cara
baru untuk memenuhi kebutuhan pada tahap yang sama.
Sebagai contoh Febryne adalah seorang Mahasiswi yang
terdaftar sebagai salah satu kandidat ketua senat mahasiswa (SEMA) salah satu
perguruan tinggi dia berprestasi, mampu berinteraksi dengan berbagai mahasiswa
dari beragam konsentrasi dan bersahabat. Febryne menikmati perkuliahan dan
persahabatan yang dia bangun, dia mahasiswa luar biasa, tetapi saat pemilihan
ketua SEMA yang merupakan posisi untuk memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan
prestasi Febryne, ternyata kandidat lain memiliki lebih banyak pengalaman dan
berprestasi lebih cemerlang, akhirnya Febryne terkalahkan dalam bursa SEMA, dia
menjadi frustasi, kecewa, dan prihatin aakan perkembangan prestasi di
kampusnya. Pada konmdisi semacam ini Febryne harus diyakinkan bahwa dia akan
memiliki kesempatan yang sama pada tahun berikutnya, untuk itu pada tahap yang
sama Febryne lebih memperbanyak pengalaman dan memperbaiki lagi prestasinya.
Teori Dua Faktor Harzberg
Frederick
Herzberg Lahir pada tahun 1923,[14]dibesarkan
di New York, ia sarjana psikologi di University of Pittsburgh memperoleh Ph.D. dalam
psikologi klinis (1950) dalam usia 27 tahun. Ia bergabung pada jasa Psikologis Pittsburgh. tapi pada tahun 1972 ia
menyeberang, menjadi profesor manajemen
di University of Utah.
Frederick
Herzberg (1968)[15] mengusulkan
salah satuan alisis yang paling terkenal dari masalah motivasi dalam teori dua
faktor, yang juga menekankan pentingnya kebutuhan tingkat
tinggi dalam memotivasi individu diorganisasi. Dari beberapa
penelitian yang melibatkan sekitar 2.000 responden di berbagai kategori
pekerjaan, ia dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa dua
faktor utama mempengaruhi motivasi individu
dalam pekerjaan yaitu "faktor motivasi"
dan "faktor higienis." faktor higienis tidak
dapat berkontribusi pada kepuasan kerja,
faktor higienis hanya dapat mencegah ketidak puasan, tetapi faktor motivasi dapat menghasilkan tingkat tinggi terhadap kepuasan dan peningkatan
motivasi. Motivasi intrinsik dalam pekerjaan dapat
memberikan kenikmatan dalam pekerjaan itu sendiri,
serta rasa pertumbuhan, prestasi,
dan pemenuhan kebutuhan tingkat tinggi lainnya.
Frederick
Herzberg seorang psikolog dan konsultan
manajemen mengembangkan motivasi teori isidua faktor.
Teori dua faktor tersebut adalah ketidak puasan-kepuasan
(dissatisfiers-satisfiers), motivasi hygiene, atau faktor-faktor ekstrinsik-intrinsik.
Herzberg mendekati teorinya dengan melakukan wawancara seperti, "Dapatkah anda
menjelaskan secara rinci, ketika anda merasa
sangat baik tentang pekerjaan anda?" Dan "Dapatkah
anda menjelaskan secara rinci, ketika
anda merasa sangat buruk tentang pekerjaan Anda?" dari
penelitiannya Herzberg menarik dua kesimpulan, pertama, ada kondisi ekstrinsik dalam kontek pekerjaan
seperti status dan kondisi kerja. Kondisi ekstrinsik disebut
ketidak puasan (dissatisfiers),
atau faktor hygiene. Kedua, kondisi intrinsik,
kondisi ini termasuk perasaan prestasi, peningkatan
tanggung jawab, dan pengakuan. Tidak
adanya kondisi intrinsik berakibat pada kondisi sangat tidak memuaskan.
Akan tetapi jika kondisi intrinsik hadir menjadikan motivasi
yang menghasilkan performa kerjayang baik, karena itu, kondisi internal disebut pemuas (dissatisfiers),
atau motivasi.
Berdasarkan hasil
penelitiannya tersebut, Herzberg mengambil kesimpulan bahwa ada dua kelompok
faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu pemuas kerja (job satisfiers)yang
berkaitan dengan isi pekerjaan dan penyebab
ketidak puasan kerja (job dissatisfiers) yang bersangkutan dengan suasana
pekerjaan.[16]
Teori
Dua-Faktor Herzberg.
Faktor-faktor Higienis
|
Motivator
|
·
Kebijakan dan adminstrasi perusahaan
·
Pengawasan, teknis
·
Gaji
·
Hubungan-hubungan antara pribadi, penyelia
(mandor)
·
Kondisi kerja
|
·
Prestasi
·
Pengakuan,
Penghargaan
·
Pekerjaan
itu sendiri
·
Tanggung
jawab
·
Promosi
(kenaikan pangkat)
|
Pemuas dan ketidak puasan
kerja oleh Herzberg dibuat dalam dua kontinum, yakni menempatkan
kepuasan kerjadi salah satu ujung kontinum dan ketidak puasan kerja diujung kontinum
yang lain. Jika kondisi kerja menyebabkan kepuasan kerja,
bila menghilangkan kondisi kerja akan menyebabkan ketidak puasan;
demikian sebaliknya jika kondisi kerja menyebabkan ketidak puasan
kerja, menghilangkan kondisi kerja akan menyebabkan kepuasan
kerja. Model Herzberg pada dasarnya mengasumsikan bahwa kepuasan
kerjabukanlah konsep dua demensi (unidimensional).
Kontinum tersebut digambarkan sebagai
berikut:
I.
Pandandan Tradisional

II.
Pandangan
dua faktor Herzberg

Kepuasan kerja rendah kepuasan
kerjaTinggi
Motivator
•Merasa
prestasi
•Pekerjaan
Bermakna
•Peluang
untuk maju
•Peningkatan
tanggung jawab
•Pengakuan
•Peluang
untuk berkembang

Faktor higienis
•Pay
•Status
•keamanan
kerja
•Kondisi
kerja
•Tunjangan
•Kebijakan
dan prosedur
•hubungan
interpersonal
Sumber: James
L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnelly, Jr., dan Robert Konopaske
Beberapa implikasi manajerial penting dari
kontinum teori dua faktor Herzberg:
1. Ketidak
puasan kerja rendah, kepuasan kerja tinggi,
artinya ketika seorang karyawan yang dibayar dengan baik, memiliki keamanan dalam pekerjaan, memiliki hubungan
yang baik dengan rekan kerja dan supervisor (faktor higienis,
ketidak puasan kerja rendah), dan diberikan tugas yang
menantang, akuntabel akan membuat termotivasi. Maka manajer
harus terus memberikan tugas yang menantang dan
memberikan tanggung jawab kepada bawahan berkinerja tinggi. Kenaikan gaji, keamanan kerja, dan pengawasan perlu ditingkatkan.
2. Ketidak puasan kerja rendah, kepuasan kerja
rendah, artinya seorang karyawan yang dibayar dengan baik, aman dalam pekerjaan, memiliki hubungan yang
baik dengan rekan kerja dan supervisor (faktor higienis, ketidak puasan kerja rendah)
namun tidak diberi tugas yang menantang dan sangat bosan dengan
pekerjaannya (motivator, tidak ada kepuasan kerja)
tidak akan termotivasi.
3. Manajer
harus mengevaluasi kembali deskripsi pekerjaan bawahan dan dengan memperbesar
pekerjaan yang lebih menantang dan tugas yang menarik. Kenaikan gaji, keamanan kerja, dan pengawasan yang baik perlu dilanjutkan.
4. Ketidak
puasan kerja tinggi, kepuasan kerja rendah,
artinya seorang karyawan yang tidak dibayar dengan baik, memiliki keamanan kerja yang buruk, memiliki hubungan
dengan rekan kerja dan supervisor buruk (faktor higienis, ketidak puasan kerja tinggi) dan tidak diberi tugas
yang menantang dan sangat bosan dengan pekerjaannya (motivator, kepuasan kerja rendah) akan tidak termotivasi.
Untuk mencegah kinerja rendah, ketidak hadiran dan penurunan omset, manajer harus membuatperubahandrastis dengan menambahkan faktor higienis dan motivator.
Untuk mencegah kinerja rendah, ketidak hadiran dan penurunan omset, manajer harus membuatperubahandrastis dengan menambahkan faktor higienis dan motivator.
Teori
Motivasi Berprestasi David Mc Clelland
McClelland
Lahir pada tahun 1917,[17] dia
memperoleh gelar doktor dalam psikologi eksperimen dari Yale University pada
tahun 1941, Teori motivasi berprestasi Mc Clelland
tidak lepas dari peran HenryMurray seorang dokter yang datang
dengan teori kepribadian. Mc Clelland meninggal tahun 1998. DavidC. Mc Clelland
yang mengusulkan teori motivasi kebutuhan belajar, teori
ini terkait erat dengan konsep pembelajaran. Ia percaya bahwa banyak kebutuhan yang diperoleh dari kebudayaan suatu
masyarakat. Tiga dari kebutuhan-kebutuhan belajar adalah
kebutuhan untuk berprestasi (nAch), kebutuhan afiliasi (nAff), dan kebutuhan akan kekuasaan (nPow). Mc Clelland menyatakan bahwa ketika kebutuhan yang kuat dalam diri
seseorang, efeknya adalah untuk memotivasi diri
seseorang tersebut untuk menggunakan perilaku yang mengarah
kepada kepuasannya.[18] Sebagai
contoh, seorang pekerja dengan nAch tinggi akan menetapkan
tujuan yang menantang, bekerja keras untuk mencapai
tujuan, dan menggunakan keterampilan dan kemampuan untuk
mencapainya.
Tiga kebutuhan berprestasi DavidC.Mc Clelland sebagai kebutuhan manusia pada umumnya
adalah:
1. Kebutuhan
akan prestasi (need for achivement, nAch),
yaitu dororngan untuk unggul, untuk berprestasi dalam kaitannya dengan
serangkaian standar, untuk berupaya supaya berhasil.
2. Kebutuhan
akan kekuasaan (need for power, nPow),
yaitu kebutuhan untuk membuat orang-orang lain berprilaku dengan satu cara
sehingga mereka tidak akan berprilaku sebaliknya.
3. Kebutuhan
akan afiliasi (need affiliation,
nAff), yaitu keinginan akan berhubungan antar pribadi dengan ramah dan bersahabat.
Setiap orang memiliki dorongan kuat untuk sukses.
Mereka berjuang secara pribadi untuk berprestasi. Mereka memiliki keinginan
untuk melakukan sesuatu yang lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah
dilakukan sebelumnya. Dorongan ini adalah kebutuhan berprestasi (nAch). Dari
penelitian kebutuhan prestasi, Mc Clelland menemukan bahwa berprestasi tinggi
membedakan diri dari orang lain dengan keinginan mereka untuk melakukan hal-hal
yang lebih baik.
Kebutuhan kekuasaan (nPow) adalah keinginan untuk
memiliki dampak yang akan berpengaruh, dan mengendalikan orang lain. Individu yang
tinggi nPow menikmati tanggung jawabnya, individu ini berusaha untuk
mempengaruhi orang lain, untuk memilih ditempatkan dalam situasi yang
kompetitif dan berorientasi status, dan cenderung lebih peduli dengan prestise
dan mendapatkan pengaruh atas orang lain daripada dengan kinerja yang efektif.
Kebutuhan ketiga Mc Clelland adalah afiliasi (nAff).
Kebutuhan ini menjadi perhatian setidaknya dari para peneliti. Dimana individu
dengan motif afiliasi tinggi berusahauntuk persahabatan, lebih memilih situasi
kooperatif daripada yang kompetitif, dan keinginan hubungan tingkat tinggi
dengan saling pengertian.
Bangunan teori Maslow,
Alderfer, Herzberg, dan Mc Clelland dalam teori isi motivasi menjelaskan
perilaku dari perspektif yang sedikit berbeda. Teori-teori tersebut
digunakan begitu saja oleh manajer sebagai satu-satunya dasar
untuk menjelaskan atau menyimpulkan motivasi. Disini perlu dipahami
bahwa orang memiliki kebutuhan bawaan, kemampuan belajar dan faktor
kondisi pekerjaan berbeda-beda. Jadi teori-teori tersebut menyediakan manajer dengan
beberapa pemahaman tentang perilaku dan kinerja.
Dari bahasan tentang teori
isi motivasi, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Teori
Proses
Teori Harapan Vroom
VictorVroom
dibesarkan di Montreal dan menerima gelar sarjana psikologi dan master psikologi
industri dari Mc Gill University, gelar Ph.D.
dalam psikologi industri dari University of Michigan.[19]Victor Vroom
seorang ahli teori organisasi, mengembangkan
teori motivasi berdasarkan harapan, dimana seorang
individu mendapat imbalan apa untuk usahanya.[20]
Motivasi, menurut Vroom, adalah hasil dari tiga faktor:
harapan (expectancy), perantaranya (Instrumentality), dan
valensi (Valence).
Harapan adalah hasil dari kinerja; misalnya,
jika saya dimasukkan ke dalam suatu kegiatan saya akan menghasilkan sesuatu.
Perantaraan mengacu pada konsekuensi positif atau negatif dari
upaya; misalnya, saya mungkin
akan dipromosikan, namun di sisi lain, rekan-rekan saya mungkin membenci usaha saya. Valence
mengacu pada sebuah "nilai" individu terhadap suatu "hasil"; misalnya,
saya bekerja keras, dan aku menikmati fasilitas.
Menurut Vroom, variasi dalam masing-masing
faktor ini mempengaruhi motivasi; misalnya, gaji
tinggi, kerja keras, dan etos kerja yang
kuat, hasilnya karyawan termotivasi. Demikian juga,
upah rendah, kerja keras, dan kurangnya kemauan untuk bekerja membuat karyawan kehilangan
motivasi. Dua dari tiga faktor Vroom (harapan dan valensi) merupakan faktor intrinsik;
dan ketiga (perantaraan) adalah faktor ekstrinsik.
Teori Vroom ini dimulai dengan ide bahwa orang cenderung
memilih tujuan atau hasil tertentu, sehingga mereka mengantisipasi perasaan bagaimana
kepuasan harus seperti hasil yang ingin dicapai. Perasaan untuk mencapai hasil
yang diistilahkan valensi, sebagai perasaan tentang hasil yang spesifik. Teori
harapan dalam memprediksi perilaku karyawan, sebagian besar perilaku berada di
bawah kontrol sukarela dari seseorang dan
menyebabkan seseorang termotivasi.
Valensi mencakup dua
tingkatan yakni hasil tingkat pertama dan hasil tingkat kedua. Hasil
tingkat pertama dari perilaku yang terkait dengan melakukan pekerjaan itu
sendiri. Hasil ini meliputi produktivitas, absensi, turnover, dan
kualitas produktivitas. Hasil tingkat kedua adalah peristiwa-peristiwa (imbalan
atau hukuman) bahwa hasil tingkat
pertama cenderung menghasilkan, seperti prestasikenaikan
gaji, penerimaan kelompok atau penolakan, dan promosi.
Perantaraan
(Instrumentality)
Perantara
merupakan persepsi individu bahwa hasil tingkat pertama berhubungan dengan hasil
tingkat kedua. Vroom mengatakan bahwa perantaraan dapat mengambil nilai-nilai mulai dari 1, pencapaian tingkat kedua dapat tanpa hasil pertama
dan mungkin juga dengan hasil tingkat pertama, jika hasil yang pertama menunjukkan
nilai 1 berarti perlu dancukup untuk hasil kedua terjadi.
Jika nilai 0 akan menunjukkan ada hubungan antara hasil pertama
dan kedua.
Valensi
(Valence)
Preferensi
untuk hasil, pilihan hasil yang terlihat
pada setiap individu disebut valensi. Sebagai contoh, setiap pekerja lebih memilih adanya kenaikan nilai 90
persen dari prestasi kerjanya, peningkatan prestasi
dimungkinkan untuk transfer ke departemen baru, atau transfer
melalui relokasi ke fasilitas baru. Suatu hasil valensi
yang positif saat itu disukai pekerja;
valensi negatif saat itu tidak disukai atau
dihindari pekerja. Dikatakan suatu hasil memiliki valensi
0 (nol) ketika pekerja tak acuh dapat mencapai atau
tidak mencapai hasil. Konsep valensi berlaku untuk pertama
dan hasil tingkat kedua. Sebagai contoh, seseorang dapat
memilih untuk pada (hasil tingkat pertama) maka karyawan berkinerja tinggi karena ia percaya bahwa peningkatan prestasi
kerja akan menyebabkan peningkatan gaji (hasil tingkat
kedua).
Harapan
(Expectancy)
Harapan
mengacu pada keyakinan individu mengenai kemungkinan atau adanya
probabilitas subjektif bahwa perilaku tertentuakan diikuti oleh
hasil tertentu pula, seperti tingkat kinerja. Artinya,
harapan adalah suatu kesempatan yang mungkin dirasakan terjadi karena
perilakunya. Harapan memiliki nilai mulai dari 0,
menunjukkan tidak ada kemungkinan bahwa suatu hasilkan terjadi setelah
perilaku atau tindakan yang diperbuat sampai pada tanda + 1, menunjukkan
kepastian bahwa hasil tertentuakan mengikuti suatu tindakan
atau perilaku.
Harapan
merupakan persepsi individu tentang betapa sulitnya untuk mencapai perilaku
tertentu (misalnya, menyelesaikan anggaran tepat waktu) dan probabilitas mencapai
perilaku tertentu. Sebagai contoh, Dhede menyiapkan suatu anggaran, Dhede memiliki
harapan yang tinggi bahwa jika dia bekerja beberapa jam dia bisa menyelesaikan penyusunan
anggaran tepat waktu; di sisi lain, Dhede mungkin merasa bahwa peluangnya
(probabilitas) untuk dapat menyelesaikan dengan tepat waktu sekitar 40 persen, jika
Dhede bekerja hanya pada siang hari. Mengingat sejumlah tingkat alternatif perilaku
untuk menyelesaikan anggaran (bekerja 8 jam, 10 jam, atau sepanjang hari), dia
akan memilih tingkat kinerja yang memiliki kekuatan motivasi terbesar yang
terkait dengannya. Dengan kata lain, ketika dihadapkan dengan pilihan tentang
perilaku, Dhede yang melakukan tugas akan melalui proses interogasi dalam
dirinya: dia akan berkata apakah saya dapat melakukan tepat waktu jika saya mencobanya?
Jika saya lakukan itu, apa yang akan terjadi? apakah saya suka terhadap apa
yang akan terjadi?
PrinsipTeori
Harapan
Integrasi penting konsep
teori harapan menghasilkan tiga prinsip utama:
1. V1S
(V
2I). Valensi yang terkait dengan berbagai
hasil tingkat pertama adalah jumlah dari perkalian valensi (V 2) yang melekat pada semua hasil tingkat kedua
sesuai dengan instrumen masing-masing (instrumentalities/I).
2. Mf
(V
1E). Motivasi merupakan fungsi perkalian
dari valensi untuk setiap tingkat pertama hasil (V 1)
dan harapan dirasakan (expectancy/E) bahwa
perilaku tertentuakan diikuti oleh hasil tingkat pertama tertentu. Jika harapan rendah, akan ada sedikit motivasi.
Demikian pula, jika hasil valensinol, baik nilai absolut maupun variasi dalam kekuatan harapan untuk mencapai hasil
akan tetap memiliki efek.
3. Pf
(M
A). Kinerja dianggap fungsi perkalian motivasi
(kekuatan) dan kemampuan (ability).
(kekuatan) dan kemampuan (ability).
Teori
harapan Vroom tersebut menunjukkan bahwa individu memiliki kontrol atas apa
yang akan dia lakukan dan bagaimana dia menghargai itu, tapi itu terserah
kepada supervisor untuk memberikan penghargaan
atau kompensasi yang cukup.
Teori Keadilan Adams
J. Stacy
Adams lahir pada tahun 1925, dia sarjana psikologi dari University of
Mississippi dan sebagai mahasiswa pasca sarjana dari University of North
Carolina, gelar doktor diperoleh pada tahun 1957.[21]
Adams (1963; 1965) mengembangkan teori tentang motif ekuitas dalam organisasi yang
telah menerima banyak perhatian. Dia tertarik bergerak
pada bidang psikologi, dan menganggap perlunya keseimbangan kognitif dan
konsistensi. Adam berteori bahwa orang
ingin merasa kompensasi adil dalam pekerjaan mereka.
Orang-orang memiliki kebutuhan untuk rasa keadilan,
mereka membandingkan pertukaran mereka sendiri dengan pertukaran
antara organisasi dan karyawan lainnya, rasa ekuitasakan
memiliki pengaruh pada perilaku.[22]
Saat bekerja
sebagai psikolog penelitian di General Electric Codi Crotonville, New York, Adams mengembangkan dan menguji teori
ekuitas motivasi. Inti dari teori keadilan adalah bahwa
karyawan membandingkan usaha dan imbalan mereka dengan orang lain dalam situasi
kerja yang sama. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi
bahwa individu-individu yang bekerja dalam pertukaran untuk imbalan dari organisasi, seseorang termotivasi oleh keinginan
untuk diperlakukan secara adil di tempat kerja. Bahkan Pfeffer
percaya bahwa mempertahankan persepsi karyawan tentang ekuitas
merupakan aspek penting dari peran manajemen.[23]
Empat
hal penting dalam teori ekuitas adalah:
1. Orang: individu untuk siapa ekuitas atau ketidak adilan yang dirasakan.
2. Perbandingan
lainnya: setiap individu (s) atau kelompok yang digunakan oleh orang sebagai
rujukan mengenai rasio input dan hasil.
3. Masukan: karakteristik individu yang dibawa oleh seseorang
pada pekerjaan. Ini mungkin dicapai
(misalnya, keterampilan, pengalaman,
pembelajaran) atau berasal (misalnya,
usia, jenis kelamin, ras).
4. Hasil: apa yang diterima dari pekerjaan (misalnya, pengakuan,
tunjangan, gaji).
Ekuitas
ada ketika karyawan merasa bahwa rasio input (upaya)
mereka untuk mendapatkan hasil (reward) yang setara dengan rasio karyawan lain yang
sejenis. Ketidak adilan terjadi ketika rasio ini tidak
setara: rasio input seorang
individu dengan hasil yang diperoleh bisa lebih besar atau
lebih kecil dari yang lain. Ketidak adilan terjadi ketika rasio ini tidak
setara: rasio input seorang individu dengan hasil bisa
lebih besar atau lebih kecil dari motivasi orang lain pada umumnya.
Teori
keadilan juga menyatakan bahwa masukan input ke dalam prestasi dan kepuasan kerja
adalah derajat keadilan (atau ketidak adilan) yang diterima orang (karyawan)
dalam situasi kerjanya. Pada pokoknya, rasio tergantung pada persepsi orang
tentang apa yang diberikan (masukan-masukan) yang diterima seseorang versus
rasio apa yang diberikan dan diterima orang lain telah relevan. Bila rasio yang
diterima orang tidak sama dengan orang lain, dia akan berusaha keras untuk
memprbaiki rasio agar diperoleh keadilan. “Perjuangan” untuk memperbaiki
keadilan ini digunakan sebagai penjelasan motivasi kerja.
Teori Goal Setting
Teori
penetapan tujuan (goal setting theory) hasil penelitian Edwin
Locke dan rekannya Professor Gary Latham di University of Toronto, penelitian
menunjukkan bahwa niat untuk bekerja guna mencapai tujuan merupakan sumber utama motivasi kerja. Teori penetapan tujuan
menurut Latham dan Locke (1991)[24] tidak
secara eksplisit merujuk pada diri atau identitas, tetapi
adalah salah satu teori yang menekankan pengaturan diri (self-regulation). Teori penetapan tujuan didasarkan pada gagasan
bahwa motivasi adalah tujuan. Konsep inti dari teori ini
adalah tujuan.
Meskipun
teori penetapan tujuan yang memberikan beberapa indikasi tentang bagaimana
menetapkan tujuan, tetapi bukan berfokus pada bagaimana menetapkan tujuan,
melainkan ditukan bagaimana tujuan mempengaruhi perilaku individu dan kinerja. Teori penetapan tujuan berpendapat bahwa orang memiliki motivasi yang
berbeda, akibatnya tujuan dalam bekerja juga berbeda-beda. Teori penetapan tujuan
dengan konsep dasar pada konten tujuan dan komitmen
tujuan. Tujuan yang spesifik dan terukur untuk meningkatkan
motivasi dan kinerja, dengan fokus pada isi tujuan atau tugas yang ingin
dicapai.
Menurut
Locke, penetapan tujuan dapat memotivasi dalam empat cara[25]:
•Tujuan menjadi
perhatian langsung. Tujuan menunjukkan
di mana individu harus mengarahkan upaya mereka saat mereka memilih di antara hal yang harus dilakukan.
Misalnya, seseorang mengatakan bahwa ada tugas penting
dalam beberapa hari ini, penetapan tujuan dapat mendorong orang
tersebut mengatakan tidak ketika teman-teman mengajak ke Kaffe malam ini.
•Tujuan mengatur usaha. Tujuan menyarankan
usaha individu harus menjadi tugas yang diemban. Misalnya, jika mendapatkan nilai tinggi dalam
mata kuliah akuntansi lebih penting bagi seseorang dari pada mendapatkan nilai tinggi
dalam perilaku organisasi (OB), maka ortang tersebut akan
lebih giat belajar akuntansi.
•Tujuan meningkatkan ketekunan. Kegigihan merupakan usaha yang dihabiskan untuk melaksanakan tugas pada waktunya. Ketika orang menyimpan tujuan
dalam pikiran, maka orang tersebut akan bekerja keras, meskipun ada rintangan didepannya.
•Tujuan mendorong pengembangan strategi dan
rencana aksi. Setelah tujuan ditetapkan,
seseorang dapat mengembangkan rencana untuk mencapai tujuan
tersebut. Misalnya, tujuan untuk menjadi
lebih sehat maka membuat rencana untuk bergabung dengan gym,
latihan dengan teman-teman, dan mengubah
kebiasaan makan.
Agar
penetapan
tujuan menjadi efektif, maka tujuan harus
"SMART":
ü Spesifik
(Specific): Individu tahu persis apa
yang ingin dicapai.
ü Terukut
(Measurable): Tujuan yang diusulkan dapat dilacak dan direviu.
ü Dapat
dicapai (Attainable):
Tujuan, meskipun sulit, masuk akal dan dapat dicapai.
ü Berorientasi
Hasil (Results-oriented): Tujuan harus mendukung visi organisasi.
ü
Terikat Waktu (Time-bound): Tujuan
harus dicapai dalam waktu yang telah ditentukan.
[1] Duane P Schultz dan
Sydney Ellen Schultz, Theories of
Personality, United States of America, Thomson Learning, Inc., 2005, h.
200.
[2] John Baldoni, Great Motivation Secrets of
Great Leaders, United
States of America, McGraw-Hill, 2005, h. 17.
[3]Steven L. McShane dan Mary Ann Von Glinow, Organizational
Behavior, McGraw-Hill Companies, Inc, 2010, h. 34.
[4] Robert T.
Golembieswski, Handbook of Organizational
Behavior, Harrisburg Middletown, Pennsylvania, h. 20.
[5]Reksohadiprodjo Sukanto, Organiasi Perusahaan, edisi Ke-2,
BPFE-Yogyakarta, 2001, halm.252
[6] Gitosudarmo Indriyo dan I
Nyoman Sudita, Prilaku Keorganisasian, edisi
Pertama, bpfe-yagyakarta,2000, halm.28
[8] Robbins Stephen P, Prilaku Organisasi, edisi Kesepuluh,
Indeks: 2006, halm. 213
[16] Reksohadiprodjo Sukanto, Organiasi
Perusahaan, edisi Ke-2, BPFE-Yogyakarta, 2001, halm.266
[24] James l. Perry and
Annie Hondeghem, Motivation in Public
Management, New York, Oxford University Press Inc., 2008, h. 69.
[25]Nancy Langton dan
Stephen P. Robbins, Fundamental
Organizational Behavioral, h. 116-117
Komentar
Posting Komentar